Oregairu Bab 6 Bagian 7

On Kamis, 24 Juli 2014 0 komentar

==========================================================
Akhirnya selesai juga pertengahan Episode 3, eh, Bab 6...
Bagian ini gak seperti bagian penutup yang lain... Gak ada monolog yang punya kesan kuat seperti bab sebelumnya... Tapi sisi komedinya yang justru cukup kuat...
Kalau kemarin ane berkutat di bidang tata boga untuk referensi Bab 3, pada bab ini, ane mesti bolak-balik cari referensi tentang penjaskes untuk referensi di bagian penutup ini...
Jadi, terlepas dari pengertian macam-macam otot manusia, yang nanti agan bisa cari referensinya sendiri (karena takut tl;dr), akhirnya ane menjelaskan yang benar-benar perlu aja...
Supercompensation adalah masa-masa di mana bagian tubuh yang dilatih setelah berolah raga mempunyai performa lebih baik dari masa sebelumnya... Sumber ada di tautan ini...
Aritmia adalah gangguan seputar kecepatan detak jatung... Sumber ada di tautan ini...
Dan akhirnya ane tahu, kenapa di episode 3, Yui sampai ikut-ikutan push-up, hingga akhirnya ada adegan seperti ini... (terima kasih agan Rize, atas rip picture-nya)
Tuh, 'kan...? Sudah tl:dr...
Selamat Menikmati...
==========================================================


Bab 6 - Akan Tetapi, Saika Totsuka Mau Saja Menurut

Bagian 7


Sesampainya di lapangan tenis, kami melihat Yukinoshita dan Yuigahama telah berdiam di sana.

Yukinoshita masih mengenakan seragam sekolahnya, namun Yuigahama sudah berganti ke seragam olahraganya.

Mungkin mereka barusan makan siang di sini. Soalnya, ketika melihat kami, mereka berdua segera merapikan kotak bekalnya yang mewah itu.

"Baiklah, mari kita mulai."

"Mo-mohon bimbingannya."

Totsuka menghadap ke arah Yukinoshita dan sedikit membungkukkan badan.

"Pertama, kita harus melatih kekuatan otot yang kurang begitu dimiliki Totsuka. Termasuk otot biseps, deltoid, pektoral, abdomen, obliqua, dorsal, dan femoral. Latihan akan kita fokuskan pada push-up dan pembentukan otot... untuk sekarang, berlatihlah sekuat tenaga sampai kalian mau mati."

"Wuaah, Yukinon memang serba tahu... eh, sampai kami mau mati?"

"Benar. Semakin kau merobek otot-ototmu, maka otot-otot tersebut semakin berusaha untuk pulih dengan sendirinya, namun setiap kali pulih, serat-serat otot itu akan menjadi semakin kuat. Inilah yang  orang sebut dengan supercompensation. Dengan kata lain, jika kau memaksakan tubuhmu bekerja hingga di ambang kematian, maka kau akan bisa sekaligus memperkuat diri."

"Yang benar saja, kami ini bukan bangsa Saiya atau sejenisnya..."

"Yah, bukan berarti kau bisa langsung membentuk ototmu secepat itu, tapi hal tersebut bisa berguna untuk meningkatkan metabolisme tubuhmu."

"Metabolisme tubuh?"

Hampir bisa kulihat tanda tanya di atas kepala Yuigahama. Apa ia benar-benar tidak tahu arti kata itu? Yukinoshita sedikit tercengang. Mungkin karena ia lebih memilih menjelaskan artinya ketimbang menyalahkan orang, makanya ia memberi rangkuman singkat.

"Intinya, itu adalah cara untuk membuat tubuhmu agar lebih cocok berolahraga. Jika metabolisme tubuhmu meningkat, maka akan lebih mudah bagimu dalam membakar kalori. Sederhananya, hal tersebut bisa meningkatkan efisiensi energi pada tubuhmu."

Yuigahama mengangguk mendengar penjelasan itu. Tiba-tiba, matanya berbinar.

"Lebih gampang membakar kalori, berarti... bisa mengurangi berat badan?"

"...bisa jadi begitu. Dengan bernapas ataupun mencerna makanan saja, kau bisa dengan mudah membakar kalori. Bahkan dengan melakukan kegiatan biasa pun, badanmu bisa menjadi kurus."

Mendengar ucapan Yukinoshita tadi membuat mata Yuigahama semakin berbinar. Entah kenapa, tampaknya Yuigahama kini lebih termotivasi dibanding Totsuka. Motivasi Yuigahama tampaknya juga memicu sesuatu di diri Totsuka yang sedang mengepalkan tangannya.

"A-ayo kita coba."

"A-aku juga ikut!"

Totsuka dan Yuigahama lalu menelungkupkan diri dan perlahan mulai melakukan push-up.

"Nngh... khh, fuu, hah..."

"Ooo, khh... nnngh, hahh, hahh, nngh!"

Kudengar suara desah kepayahan dan penderitaan itu. Wajah mereka sudah ditelan oleh kesengsaraan, memaksa mereka sedikit berkeringat, dan memerahpadamkan pipi mereka. Mungkin karena kurusnya lengan Totsuka, hingga dirinya pun kesusahan, namun sesekali ia melihatku dengan tatapan memohon. Ketika ia menengadah ke arahku dari posisi di bawah lantai itu... entah kenapa... aku jadi merasa aneh.

Saat Yuigahama menekukkan lengannya, sekilas bisa kulihat kulitnya yang berkilauan dari balik kerah seragam olahraganya. Gawat. Pandanganku jadi ke mana-mana.

Jantungku berdetak semakin cepat, sampai pada titik di mana ini bisa dianggap sebagai gejala aritmia.

"Hachiman... ini latihan apa? Kok, aku jadi merasa benar-benar damai..."

"Kebetulan sekali. Aku juga merasa begitu."

Selagi kami saling memandang dan bertukar senyum, sebuah suara bernada sinis dari belakangku membuat diriku serasa disiram air yang dingin.

"...bagaimana kalau kalian berdua ikut berlatih supaya pikiran kotor itu bisa hilang?"

Sewaktu aku berbalik, kulihat Yukinoshita sudah menatapku dengan ekspresi menghina. Pikiran kotor itu bisa hilang... apa ia membaca pikiran kami...?

"He-hmm... terdapat sebuah aturan utama dalam sumpah prajurit agar tak meninggalkan latihan. Jadi kurasa aku akan ikut bergabung!"

"Be-betul. Punya kondisi fisik yang buruk itu memang menakutkan. Kau bisa kena diabetes, atau pirai, atau sirosis, atau semacamnya!"

Dengan semangat yang menurun, kami berdua lalu menjatuhkan diri ke tanah dan mulai melakukan push-up. Sewaktu melakukannya, Yukinoshita berjalan mengelilingiku.

"Saat kau melakukannya, rasanya ini seolah seperti cara baru dalam menyembah sesuatu."

Ucap Yukinoshita sambil terkikih.

Kurang ajar, apa yang sudah dikatakannya tadi? Bahkan bagi orang yang cinta damai sepertiku, sesuatu dalam diri ini bisa bangkit kalau mendengar provokasi macam tadi. Eh... apanya yang bangkit, ya? Jika memang ada yang bangkit, kemungkinan besar itu adalah perasaan moe terhadap push-up...

...sebenarnya saat ini kami sedang apa, sih?

Apa mereka tahu ungkapan, Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit? Atau peribahasa, Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing? Intinya, ketika orang-orang berkumpul bersama, mereka akan menjadi lebih kuat dan lebih terlindungi.

Meski begitu, kami sendiri adalah kelompok gagal yang berkumpul bersama untuk melakukan hal yang percuma.

Pada akhirnya, kami pun menghabiskan waktu istirahat makan siang ini dengan berlatih push-up. Dan aku, kuhabiskan malamku dalam penderitaan karena nyeri otot.


— II —


Read more ...»

Oregairu Bab 6 Bagian 6

On Senin, 21 Juli 2014 0 komentar

==========================================================
Dan tokoh tambahan di bagian ini jatuh kepada... Ah, ternyata Zaimokuza... (lesu)
Biar begitu, bagian ini lumayan menyenangkan dan menghibur... Komedinya pas lah...
Kalau belum ada yang tahu Kabuki, bisa lihat tautan wikipedia ini...
Nah, kalau Momotetsu (Momotaro Dentetsu) adalah game yang gaya bermainnya mirip seperti permainan Monopoli... Info lebih lanjut, ada di tautan ini...
Gak terasa sebentar lagi lebaran... Bab ini pun tersisa satu bagian lagi...
Selamat Menikmati...
==========================================================


Bab 6 - Akan Tetapi, Saika Totsuka Mau Saja Menurut

Bagian 6


Dengan itu, maka diputuskan bahwa sesi latihan neraka kami akan dimulai besok.

Kenapa aku harus sampai ikut latihan segala?

Bukankah Klub Layanan Sosial ini justru hanya menjadi taman perlidungan bagi kaum lemah agar bisa berkumpul dan beristirahat dengan santai? Bukankah artinya klub ini cuma mengumpulkan orang-orang tak berguna dan memberi ruang nyaman untuk ditinggali sementara?

Lalu apa bedanya dengan masa remaja yang kuanggap hina itu?

Bu Hiratsuka mungkin berusaha membuat tempat ini agar menjadi ruang karantina bagi pengidap penyakit seperti kami untuk diasingkan dan dirawat.

Biarpun begitu, andai penyakit kami memang bisa disembuhkan dengan hal yang tak penting macam begini, berarti kami sebenarnya tidak sedang mengidap penyakit.

Contohnya Yukinoshita. Aku tak tahu hal macam apa yang sudah membebani pikirannya, tapi aku yakin hal tersebut takkan hilang hanya karena ia diasingkan ke tempat ini.

Satu-satunya cara agar luka-lukaku bisa terobati di tempat ini sebenarnya adalah jikalau Totsuka itu seorang perempuan. Mungkin akan beda ceritanya jika hal-hal seputar tenis ini bisa menumbuhkan kisah komedi romantis di antara kami.

Sepengetahuanku, Saika Totsuka adalah sosok paling manis di dunia. Sikapnya tulus, dan yang terpenting, ia baik kepadaku. Jika kuhabiskan waktu sambil memupuk benih-benih cinta kami satu sama lain, mungkin aku akan tumbuh dewasa seperti manusia lainnya.

...tapi sayangnya, Totsuka adalah lelaki. Dewa memang bertindak konyol.

Aku jadi agak tertekan karena semua itu, tapi di saat yang sama aku sudah berganti baju ke seragam olahraga dan menuju ke lapangan tenis. Tunggu, aku masih berharap pada peluang tipis kalau dirinya adalah perempuan. Akan kupertaruhkan segala harapan dan impian pada peluang tersebut.

Seragam olahraga sekolah kami berwarna biru muda menyala dan tampak begitu mencolok. Karena warna norak yang hampir meninggalkan kesan itu, semua anak di sekolah jadi membenci seragam tersebut dan tak pernah memakainya kecuali saat pelajaran Olahraga atau saat latihan olahraga.

Jadi saat semua anak sedang memakai seragam biasa mereka, cuma aku satu-satunya yang tampak mencolok seperti orang bodoh dengan seragam olahraga ini.

Karena hal demikian, aku jadi dipandangi oleh seseorang yang menyebalkan.

"Hah hah hah hah Hachiman."

"Jangan bawa-bawa namaku dalam tawamu..."

Di SMA Soubu, hanya Zaimokuza saja yang mungkin bisa tertawa menjijikkan begitu. Ia berdiri, menyilangkan tangannya dan menghalangi jalanku.

"Beruntung sekali aku bertemu denganmu di sini. Aku baru saja ingin menyerahkan karya baruku. Silakan manjakan matamu dan saksikanlah!"

"Ahh, maaf. Aku agak sibuk sekarang."

Aku menyelinap ke samping dan sedikit menghindari tumpukan kertas yang hendak disodorkan padaku. Namun Zaimokuza pelan-pelan mencegatku dengan bahunya.

"...jangan berbohong. Bagaimana mungkin kau sudah punya rencana sendiri?"

"Aku tidak berbohong. Lagi pula, aku tak mau mendengar itu darimu."

Kenapa semua orang berkata begitu padaku? Apa aku terlihat seperti orang yang hanya sedikit memanfaatkan waktu dalam hidupnya? ...yah, walau itu memang benar...

"Hemh, aku paham, Hachiman. Kau hanya ingin tampil sedikit keren saja, makanya kau sampai berbohong. Lalu demi mencegah agar kebohongan tadi terungkap, kau pun berbohong lagi. Tapi itu akan menjadi siklus yang tak ada habisnya, siklus kebohongan tanpa henti yang tragis. Tapi lihatlah, Hachiman, spiral ini tak mengarah ke mana pun. Dan umumnya, hubungan antarmanusia itu memang tak mengarah ke mana-mana. Tapi masih ada waktu bagimu untuk menarik diri! ...kau sudah pernah menolongku, jadi sekarang giliranku untuk menolongmu!"

Zaimokuza baru saja mengucapkan kalimat yang menduduki peringkat dua dari daftar Kalimat yang Ingin Diucapkan para lelaki. Menjengkelkan sekali melihat dirinya mengacungkan jempol sambil memasang wajah penuh percaya diri begitu.

"Serius, aku memang sudah punya rencana sebelumnya..."

Aku merasa urat kepalaku benar-benar keluar karena marah, dan aku sudah mempersiapkan kata-kata untuk menundukkan Zaimokuza. Tapi rupanya...

"Hikigaya!"

Kudengar sebuah suara sopran yang bersemangat, dan bisa kurasakan Totsuka sudah menggapai lenganku.

"Pas sekali. Pergi bareng, yuk?"

"A-ayo..."

Totsuka menenteng tas raketnya di bahu kiri, dan entah kenapa ia merangkulkan tangan kanannya di lengan kiriku. Waduh...

"Ha-Hachiman... si-siapa itu...?"

Zaimokuza bolak-balik melihat ke arahku dan Totsuka dengan pandangan terkejut. Lalu ekspresi wajahnya perlahan berubah menjadi sesuatu yang rasanya tak begitu asing... ah, aku tahu, itu Kabuki, 'kan? Hampir bisa kudengar efek suara Kabuki, Iyooo~~~ pon pon pon seiring Zaimokuza membelalakkan matanya sambil berpose aneh.

"Ke-keparat! Kau sudah berkhianat!"

"Apa maksudmu sudah berkhianat..."

"Diam! Dasar playboy jadi-jadian! Kau contoh gagal dari lelaki keren! Selama ini aku mengasihanimu karena kau penyendiri, tapi rupanya itu yang membuatmu jadi congkak!"

"Jadi-jadian? Contoh gagal? Itu sudah kelewatan..."

Aku memang penyendiri, makanya pada bagian terakhir tadi aku tak bisa mengelak.

Zaimokuza memberi tatapan kejam ke arahku selagi ia menyeringai.

"Sungguh, aku takkan memaafkanmu..."

"Tenang dulu, Zaimokuza. Totsuka itu bukan perempuan. Ia lelaki... kurasa."

"Ja-ja... ja-jangan main-main! Anak semanis ini tak mungkin seorang lelaki!"

Ucapanku tak terdengar meyakinkan, dan Zaimokuza menanggapinya dengan berteriak padaku.

"Begitulah, Totsuka itu lelaki yang manis."

"Sampai... dibilang manis... rasanya agak..."

Totsuka tersipu dan memalingkan wajahnya ke arah sebelahku.

"Eng... ini temannya Hikigaya, ya?"

"Pertanyaan bagus..."

"Hemh. Mana mungkin aku akan menganggap orang macam kau ini sebagai teman."

Zaimokuza benar-benar merajuk. Wah, anak ini memang menjengkelkan...

Tapi bukan berarti aku tak tahu dari mana kemarahannya itu berasal. Sudah sewajarnya kita merasakan warna kesedihan dan pengkhianatan jika tahu bahwa orang yang kita anggap layak diberi simpati berubah menjadi seseorang dengan tolak ukur yang benar-benar berbeda.

Di situasi macam begini, aku harus menanggapi seperti apa agar hubungan kami bisa kembali seperti sedia kala? Sayangnya, karena rendahnya pengalamanku terhadap area ini, makanya aku benar-benar tak tahu.

Aku jadi sedikit murung karena keadaan ini. Suatu hari nanti, kurasa Zaimokuza dan aku bisa berada di titik di mana kami bisa saling mengerti dan tertawa bersama.

Namun tampaknya hal semacam itu takkan mungkin terjadi.

Bertanya tentang keadaan seseorang, berusaha membuat orang agar merasa baikan, memastikan kalau kita takkan pernah kehilangan komunikasi, lalu dengan hal-hal tersebut akhirnya kita bisa kian dekat dengan seseorang... hal-hal berbau persahabatan seperti tadi bukanlah persahabatan yang sebenarnya. Jika hal menyusahkan macam itu disebut sebagai masa remaja oleh orang-orang, maka aku takkan mempermasalahkannya.

Berkumpul bersama kelompok stagnan ini dan bertingkah seolah sedang bersenang-senang tak lebih buruk dari sekadar pemuasan diri. Dan itu tak lebih buruk dari membohongi diri sendiri. Sifat yang sungguh buruk.

...soalnya, lihat saja; berurusan dengan Zaimokuza yang sedang cemburu ini benar-benar menyebalkan.

Setelah memastikan sendiri kalau akal sehatku masih berfungsi, kuabdikan diriku ini pada jalan kesendirian.

"Ayo, Totsuka."

Kutarik Totsuka dengan tanganku. "Ah, iya..." tanggapnya, tapi ia tetap tak beranjak.

"Zaimokuza... 'kan?"

Zaimokuza tampak sedikit kebingungan, namun akhirnya ia mengangguk.

"Kalau kau temannya Hikigaya, mungkin kita juga bisa... berteman? Rasanya... pasti menyenangkan. Soalnya aku jarang punya teman lelaki..."

Ucap Totsuka sambil tersenyum malu.

"Fu... ku, ku ku ku ku. Sudah pasti Hachiman dan aku adalah teman dekat. Tepatnya, rekan seperjuangan. Tidak, tidak, yang benar, aku majikan dan ia pelayannya... yah, karena kau yang meminta, aku jadi tak punya pilihan. Aku akan... eng... menghadiahimu dengan ikatan pertemanan. Bahkan kita pun bisa menjadi sepasang kekasih."

"Eng... rasanya itu... bukan ide bagus. Kita berteman saja, ya?"

"Hm, begitu... hei, Hachiman. Apa menurutmu anak yang di sana itu menyukaiku? Apa itu artinya kini aku jadi populer? Iya, 'kan? Begitu, 'kan?"

Zaimokuza segera mendekat padaku dan berbisik di telingaku.

...sudah kuduga, anak seperti Zaimokuza tak pantas kujadikan teman.

Orang-orang yang bisa berubah seratus delapan puluh derajat hanya karena ingin mendekati perempuan cantik tak pantas kujadikan teman.

"...Totsuka, ayo pergi. Kalau kita telat, Yukinoshita bisa murka."

"Hm, bisa gawat nanti. Kita harus cepat-cepat. Soalnya, perempuan itu... sungguh menakutkan."

Zaimokuza mulai mengikuti diriku dan Totsuka. Tampaknya ia ingin bergabung dalam kelompok kami. Lagi pula, ketika kami jalan berbaris dan menuruni tangga seperti ini, setiap orang yang melihat dari samping akan berpikir kalau kami grup dalam game Dragon Quest. Atau mungkin... bukan Dragon Quest, tapi sesuatu seperti King Bomby dari seri game Momotetsu...



Read more ...»

Oregairu Bab 6 Bagian 5

On Rabu, 16 Juli 2014 0 komentar

==========================================================
Kalau kemarin Yui, Hachiman, sama Saika, sekarang giliran dialog lengkap Yukino (yang dipotong) sekaligus serba-serbinya yang dibeberkan... Sama seperti karakter Mari di Bab 3 kemarin, Yamashita maupun Shimamura juga gak ada di anime-nya... Yah, kilas balik tetaplah kilas balik, gak akan dimunculkan di anime, kecuali Kaori...
Mungkin sudah ada banyak yang tahu, tapi ane beri tahu aja deh, kalau di Jepang sana untuk mengesahkan surat atau semacamnya gak hanya sekadar tanda tangan, tapi perlu juga dengan stempel keluarga...
Untuk bagian selanjutnya mungkin bakal cepat... Karena RL sudah bisa diatasi... Ada proyek lain yang rencananya juga mau ane kebut...
Akhir kata sebelum tl;dr...
Selamat Menikmati...
==========================================================


Bab 6 - Akan Tetapi, Saika Totsuka Mau Saja Menurut

Bagian 5


"Mustahil."

Itulah hal pertama yang Yukinoshita ucapkan padaku.

"Mustahil, kaubilang... tapi, eng—"

"Sekali mustahil ya mustahil."

Dan sekali lagi aku ditolak dengan dinginnya.

Ini semua bermula saat aku menceritakan soal Totsuka dan meminta saran pada Yukinoshita.

Rencanaku adalah mengarahkan pembicaraan ke arah pengunduran diriku dari Klub Layanan Sosial, lalu mengumumkan niatku untuk bergabung ke Klub Tenis. Setelahnya, sedikit demi sedikit, aku akan menghilang secara perlahan dari klub itu. Tapi rencana itu kini benar-benar terhalang.

"Soalnya aku melihat sendiri keadaan Totsuka saat ia mengajakku bergabung ke Klub Tenis. Singkat kata, aku harus mengintimidasi mereka agar lebih giat lagi. Pada akhirnya, jika ada orang baru yang bergabung ke klub tersebut, bukankah akan ada perubahan?"

"Apa pikirmu kau bisa bertahan dalam pengaturan kelompok macam itu? Apa kaupikir mereka akan menerima begitu saja makhluk sepertimu itu?"

"Uguu..."

Memang benar. Keluar dari klub juga bukan perkara besar, namun jika melihat orang-orang bermalasan sewaktu kegiatan klub dan bersenang-senang sendiri, mungkin aku akan menghajar mereka dengan raketku.

Yukinoshita lalu tertawa kecil yang seolah terdengar seperti desahan.

"Kau benar-benar tak paham apa artinya berada dalam kelompok, ya? Benar-benar ahli menyendiri."

"Sudah, berhenti berkata begitu."

Yukinoshita benar-benar mengabaikan tanggapanku dan lanjut berbicara.

"Kuakui mereka mungkin akan bersatu apabila dihadapkan dengan musuh rendahan macam dirimu. Tapi mereka hanya akan berbuat hal-hal yang sekiranya diperlukan saja demi membuangmu, dan itu tak ada pengaruhnya terhadap perkembangan diri mereka. Jadi itu sama sekali bulan solusi. Aku ini buktinya."

"Begitu... eh, kau buktinya?"

"Ya. Aku kembali dari luar negeri saat masih SMP, jadi tentu saja aku mulai bersekolah di tempat yang baru, namun semua anak perempuan di kelasku... tepatnya, semua anak perempuan di sekolahku begitu ingin menyingkirkanku. Tapi tak satu pun dari mereka berusaha menjadi lebih baik supaya bisa mengalahkanku... anak-anak bodoh itu..."

Aku bersumpah telah melihat api hitam berkobar di belakang Yukinoshita.

Sial, rasanya aku baru saja menginjak ranjau di sini...

"Ya-yah, wajar saja... soalnya, kalau ada perempuan semanis dirimu, hal semacam itu bakal terjadi..."

"...ya-yah, itu benar. Dibandingkan anak perempuan lainnya, tak berlebihan kalau menganggap penampilanku jauh lebih baik dari mereka, dan itu bukan berarti kalau anak perempuan lain tak punya nyali hingga pasrah dan menyerah terhadap hal tersebut, jadi bisa dikatakan kalau itu hal yang wajar. Meski begitu, sebenarnya Yamashita dan Shimamura juga punya wajah yang manis. Mereka pun cukup populer di kalangan anak lelaki. Tapi anak seperti mereka hanya mengandalkan wajah. Jika dihadapkan pada hal akademis, kemampuan olahraga, sisi seni, bahkan etika dan kerohanian, mereka pun tak sampai menjangkau lebih dari mata kakiku. Dan jika dengan memutarbalikkan dunia saja masih belum cukup untuk mengalahkanku, takkan aneh kalau mereka lebih fokus berusaha untuk menjegal kakiku dan menjatuhkanku..."

Yukino sejenak tampak kehilangan kata-kata, namun ia segera kembali ke ritme lamanya dan berturut-turut melontarkan pernyataan angkuh nan menyombongkan diri. Ucapannya tadi memang bisa dikatakan lancar bagai sungai yang mengalir, namun yang kudengar itu justru seperti derasnya arus air terjun Niagara. Aku benar-benar terkesan ia bisa mengatakan itu semua tanpa sedikit pun kehilangan tempo.

Apa mungkin ini cara Yukinoshita menyembunyikan rasa malunya? Tak menutup kemungkinan kalau ia juga punya sisi manis...

Yukinoshita lalu sedikit menarik napas, mungkin itu karena ia terlalu lama berbicara. Wajahnya juga agak memerah.

"...bisakah kau berhenti mengatakan yang aneh-aneh? Aku jadi merinding begini."

"Ahh, syukurlah... sudah kuduga, kau memang tak ada manis-manisnya."

Jujur, sebenarnya Totsuka terlihat lebih manis dibanding beberapa gadis yang pernah kukenal... ya ampun.

Oh, iya. Kami seharusnya membahas soal Totsuka di sini.

"Tapi pasti akan bagus bagi Totsuka jika ada yang bisa dilakukan untuk membuat Klub Tenisnya biar jadi lebih baik lagi..."

Yukinoshita lalu membelalakkan mata dan menatapku saat mendengar pernyataan itu.

"Tumben sekali... sejak kapan kau jadi tipe orang yang peduli sesama?"

"Ayolah. Ini pertama kalinya ada seseorang yang meminta saran padaku..."

Ternyata diminta tolong bisa membuatku bahagia begini. Ditambah, Totsuka memang manis... tanpa sadar bibirku menyimpulkan sebuah senyuman. Yukinoshita langsung memotong, seakan ia ingin menghentikan senyumku itu.

"Dulu aku sering sekali dimintai saran mengenai hal asmara."

Ucapnya sambil membusungkan dada, tapi ekspresinya berangsur-angsur berubah kelam.

"...pada kenyataannya, ketika berurusan dengan masalah perempuan maupun soal asmara, biasanya itu tak lebih dari sekadar tindakan pencegahan."

"Hah? Maksudmu?"

"Jika aku memberi tahu siapa yang aku sukai, maka orang di sekitarku akan mulai berhati-hati, 'kan? Itu seperti menandai wilayah kekuasaan. Sekali kau sudah mengetahuinya dan mencoba masuk ke dalam wilayah tersebut, maka kau akan diperlakukan seperti pencuri dan diasingkan dari kelompok. Bahkan jika kau yang menerima pernyataan cintanya, kau tetap akan diasingkan. Apa aku masih perlu menjelaskan lebih detail lagi...?"

Sekali lagi kulihat api hitam berkobar di belakang Yukinoshita. Padahal setelah ia berkata tentang masalah perempuan maupun soal asmara, aku sempat mengharap sebuah cerita tetang pahit manis kehidupan, namun yang terdengar dari dirinya hanyalah sebuah kekesalan.

Kenapa ia sampai harus menghancurkan impian anak yang meminta saranku ini? Apa itu cuma untuk kesenangannya semata?

Seolah ingin berusaha menghapus kenangan buruknya, Yukinoshita tiba-tiba tertawa sinis.

"singkatnya, jangan langsung menganggap kalau mendengarkan permintaan orang-orang dan mencoba membantunya adalah hal yang baik. Karena ada pepatah, Bahkan singa pun membuang anak-anaknya ke jurang yang dalam lalu membunuh mereka."

"Membunuh mereka malah menyia-nyiakan tujuannya..."

Lagi pula, pepatah yang benar harusnya, Bahkan saat memburu anak-anaknya, singa pun harus mengerahkan seluruh tenaganya.

"Kalau itu kau, apa yang akan kaulakukan?"

"Maksudmu, aku?"

Yukinoshita yang bingung, beberapa kali mengedipkan matanya, lalu termenung.

"Kurasa, aku akan menyuruh mereka berlari sampai mati, menyuruh mereka latihan mengayun raket sampai mati, lalu menyuruh mereka berlatih tanding sampai mati."

Ujarnya sambil sedikit tersenyum. Sungguh, itu sangat mengerikan.

Aku pun sempat terhenyak saat kudengar suara bantingan pintu yang dibuka

"Yahhalo~~!!"

Berbeda sekali dengan yang ditampakkan Yukinoshita, Yuigahama justru datang dengan salam riang nan konyol itu.

Seperti biasanya, Yuigahama menunjukkan seringai bodohnya dan terlihat tak peduli dengan sekitar.

Tetapi, di belakang Yuigahama tampak ada seseorang dengan ekspresi tak berdaya pada wajahnya.

Tatapan yang tertuju ke bawah itu tak menyiratkan kepercayaan diri sewaktu ia dengan lemah mencengkeram blazer Yuigahama. Kulitnya tampak putih pucat. Mengingatkanku pada sebuah mimpi samar, sesuatu yang akan menghilang sesaat kita menatap cahaya dari bawah.

"Ah... Hikigaya!"

Ia tersenyum senang saat melihatku, lalu rona wajahnya tampak kembali pucat. Sewaktu ia tersenyum tadi, akhirnya aku sadar siapa dirinya. Kenapa ia terlihat murung begitu...?

"Totsuka..."

Perlahan ia melangkah kecil ke arahku, dan kali ini ia mencengkeram erat lengan bajuku. Waduh, itu tidak boleh... walaupun aku tahu kalau ia lelaki.

"Hikigaya, sedang apa di sini?"

"Oh, aku anggota klub ini... kau sendiri sedang apa di sini?"

"Hari ini aku bawa pengunjung baru, lo, fufu~~"

Payudara Yuigahama yang boros itu bergerak naik turun saat ia dengan bangganya menjawab. Padahal aku tak bertanya pada dirinya. Aku hanya ingin mendengar jawaban dari bibir menggemaskan milik Totsuka itu saja...

"Ayolah. Aku juga anggota klub ini, 'kan? Anggap saja ini balas budi. Lagi pula, Sai kelihatan sedang banyak pikiran, makanya aku bawa ia kemari."

"Yuigahama."

"Yukinon, kau enggak perlu berterima kasih padaku. Inilah yang bisa kulakukan sebagai anggota klub."

"Yuigahama, sebenarnya kau bukan anggota klub ini..."

"Bukan?!"

Bukan?! Mengejutkan sekali... kupikir sudah cukup jelas kalau perlahan-lahan ia akan jadi bagian dari klub ini.

"Benar. Kau tak pernah menyerahkan surat pengajuan diri, dan guru pembimbing kami belum mengakui keanggotaanmu, jadi kau bukanlah anggota klub."

Yuigahama jadi kaku saat dihadapkan pada peraturan itu.

"Akan kutulis! Kalau memang perlu surat pengajuan diri, akan kutulis sebanyak apa pun! Yang penting aku jadi anggota klub ini!"

Air mata Yuigahama berlinang sewaktu ia mengambil selembar kertas dan mulai menulis, surat pengajuan diri... walah, harusnya itu ditulis pakai huruf kapital.

"Jadi, Saika Totsuka... benar? Apa yang bisa kami lakukan untukmu?"

Dengan tergesa Yuigahama menulis surat pengajuan dirinya, namun Yukinoshita mengabaikannya dan beralih ke Totsuka. Totsuka mulai gemetaran sesaat Yukinoshita menusuk dengan tatapan dinginnya.

"E-eng... aku ingin... membuat Klub Tenis... menjadi lebih baik lagi..."

Awalnya pandangan Totsuka tertuju ke Yukinoshita, tapi seiring kalimat yang perlahan diucapkannya, ia mulai memandang ke arahku. Totsuka lebih pendek daripada diriku, makanya ia menengadah ke arahku seakan ingin berusaha mengira-ngira reaksiku.

Kuharap ia berhenti memandangiku... hatiku jadi berdebar begini, kenapa ia tak memandang yang lainnya saja?

Baru saja aku memikirkannya, walau aku yakin itu bukan untuk membantuku, tapi Yukinoshita menanggapinya menggantikanku.

"Aku tak tahu apa yang sudah Yuigahama katakan padamu, tapi Klub Layanan Sosial tak begitu saja mengabulkan keinginanmu. Tugas kami di sini hanya membantu dan mendorong kemandirian. Entah apa Klub Tenis akan jadi lebih baik atau tidak, itu semua tergantung padamu."

"Oh... begitu..."

Totsuka tampak benar-benar kecewa, bahunya pun terturun. Pasti Yuigahama berbicara yang muluk-muluk padanya.

"Stempel, stempel..." Gumam Yuigahama sambil menggeledah isi tasnya. Kuperhatikan dirinya, dan sewaktu ia mulai merasa sedang diperhatikan, ia menengadah.

"Eh? Ada apa?"

"Memangnya apa lagi... kau sudah menjanjikan hal yang muluk-muluk padanya, kami pun jadi harus memupuskan harapan dan impian anak ini."

Yukinoshita melontarkan kata-kata pedas pada Yuigahama. Meski begitu, Yuigahama hanya memiringkan kepalanya karena kebingungan.

"Hm? Hmmm? Soalnya, kupikir Yukinon dan Hikki pasti akan berbuat sesuatu. Betul, 'kan?"

Ujar Yuigahama dengan nada tak peduli. Terlepas dari bagaimana kita menanggapi pernyataannya, itu hampir terdengar seperti sebuah tantangan yang menyindir.

Sayangnya, di sini ada seseorang yang bisa dengan mudah terpancing oleh tantangan itu.

"...hemh, kurasa kau ada benarnya, Yuigahama. Entah anak yang di sana itu bisa berbuat banyak atau tidak, tapi tak kusangka kau akan mengujiku seperti itu."

Yukinoshita tertawa. Ahh, tampaknya ada tombol aneh yang baru saja terpencet dalam dirinya... Yukino Yukinsoshita memang tipe orang yang mau menerima semua tantangan dan berusaha sekuat tenaga untuk memenangkannya. Gilanya lagi, bahkan ia akan membabat habis musuhnya meski tidak sedang terprovokasi. Ia orang yang takkan segan menghabisi orang yang cinta damai bak Gandhi seperti diriku ini.

"Baiklah, Totsuka. Akan kuterima permintaanmu. Jadi yang mesti kulakukan di sini adalah meningkatkan kemampuanmu dalam bermain tenis, benar begitu?"

"I-iya, benar. Ka-kalau aku bisa bermain lebih baik, kurasa teman-teman di klub juga akan berusaha lebih keras lagi."

Mungkin karena tekanan yang dirasakannya lewat tatapan Yukinoshita, makanya Totsuka menjawab sambil berlindung di belakangku. Wajahnya sedikit mengintip dari atas bahuku, dan kulihat ketakutan serta kegelisahan pada matanya. Rasanya hampir seperti melihat kelinci liar yang sedang gemetaran... dan itu malah membuatku ingin memakaikan kostum bunny girl padanya.

Itu benar, saat memohon bantuan pada Sang Ratu Es, sudah sewajarnya kita merasa takut. Hampir bisa kubayangkan Yukinoshita berkata, Aku akan buat dirimu menjadi kuat, sebagai gantinya akan kuambil nyawamu. Atau ucapan semacamnya. Memangnya ia itu penyihir apa?

Bermaksud untuk meringankan kegelisahan Totsuka, aku memberanikan diri untuk melindunginya.

Saat jarakku kian dekat dengan Totsuka, bisa kucium aroma sampo dan deodoran. Wangi tubuhnya sangat mirip dengan perempuan SMA kebanyakan. Sampo jenis apa yang sebenarnya ia gunakan?

"Tak masalah kalau mau bantu, tapi apa yang akan kita lakukan?"

"Bukankah tadi sudah kujelaskan? Kalau tak yakin dengan daya ingatmu, harusnya tadi kau mencatatnya."

"Tunggu, jangan bilang kalau yang tadi itu serius..."

Aku jadi teringat lagi saat Yukinoshita membicarakan soal memaksa orang-orang supaya bekerja sampai mati. Ketika kulihat ia tersenyum balik kepadaku... rasanya seolah ia bisa membaca pikiranku. Sial, senyumnya itu membuatku takut...

Kulit putih Totsuka semakin memucat dan dirinya mulai gemetaran.

"Apa aku... akan mati...?"

"Tenang saja. Aku akan melindungimu."

Tegasku sambil menepuk bahu Totsuka. Ia pun jadi tersipu dan memandang manja setelah aku berbuat begitu.

"Hikigaya... apa kau sungguh-sungguh?"

"Ah, maaf... aku cuma ingin mengatakannya saja."

Aku akan melindungimu, ada di peringkat tiga besar pada daftar Kalimat yang Ingin Diucapkan para anak lelaki. (Sekadar info, peringkat pertamanya adalah, Serahkan padaku... kau duluan saja.) Intinya, jika aku saja tak bisa menandingi Yukinoshita, bagaimana aku bisa melindungi orang-orang dari perempuan itu? Hanya saja... jika aku tak mengatakan sesuatu agar Totsuka merasa baikan, bisa-bisa rasa gelisahnya tak kunjung hilang.

Totsuka sedikit menghela napasnya dan tampak cemberut.

"Kadang aku tak mengerti maksud Hikigaya... tapi..."

"Hmm... jadi Totsuka berlatih tenis sepulang sekolah, begitu bukan? Baiklah, kita mulai sesi latihan khususnya saat jam istirahat makan siang. Mungkin kita berkumpul di lapangan saja nanti."

Yukinoshita memotong kalimat Totsuka dan mulai menyusun agenda untuk hari ke depannya.

"Siap~~!"

Jawab Yuigahama sambil menyerahkan surat pengajuan diri yang baru selesai dibuatnya. Totsuka pun ikut mengangguk. Jadi... itu artinya...

"Jadi... aku juga ikut, nih?"

"Tentu saja. Lagi pula, kau juga tak punya acara apa-apa saat istirahat makan siang, 'kan?"

...bisa ditebak, sih.



Read more ...»

Oregairu Bab 6 Bagian 4

On Jumat, 04 Juli 2014 0 komentar

==========================================================
Sementara ini, dosa yang lalu sudah ditebus... Jadi LN-nya lanjut lagi...
Kembali dengan penjabaran cerita yang lebih panjang dari anime-nya... Termasuk serba-serbi mengenai Saika juga Hachiman... (yang pastinya gak disebutkan di anime-nya)
Selamat Menikmati...
==========================================================


Bab 6 - Akan Tetapi, Saika Totsuka Mau Saja Menurut

Bagian 4


Beberapa hari setelahnya, aku kembali mengikuti pelajaran Olahraga.

Karena sudah berulang kali melakukan sesi latihan dengan tembok, aku pun menjadi ahli dalam memukul bola tenis ke tembok. Pada titik ini, aku bisa memainkan reli dengan tembok tanpa perlu melangkah ke mana-mana.

Seusai pelajaran esok nanti, kami akan mulai mengadakan beberapa pertandingan tenis. Dengan kata lain, hari ini adalah terakhir kalinya aku bisa berlatih tenis dengan reli saja.

Ini memang benar-benar latihan reli terakhirku, jadi kupikir aku akan melakukannya dengan sungguh-sungguh, tapi kemudian, aku merasa ada yang mencolek bahu kananku.

Apa mungkin ada seekor peri di belakangku? Lagi pula, tak ada yang mau bicara denganku, jadi ini pasti semacam fenomena supernatural.

Aku menoleh, ketika kurasakan sebuah jari mencolek pipi kananku.

"Ahaha, kena, deh~"

Ternyata itu Saika Totsuka yang sedang tersenyum manis kepadaku.

Uuh, perasaan apa ini...? Hatiku berdegup kencang. Andai ia bukan lelaki, mungkin aku sudah mengajaknya pacaran dan ditolak saat itu juga. Waduh, jadi aku sudah mengira kalau bakal ditolak, nih?

Soalnya, saat melihat Totsuka mengenakan seragam biasa, rasanya tak ada yang istimewa seperti lelaki kebanyakan, namun sewaktu ia mengenakan seragam olahraga, yang tak ada bedanya biar lelaki maupun perempuan, jenis kelamin yang dimilikinya begitu meragukan. Kalau saja kaos kakinya berwarna hitam dan dilipat lebih tinggi di atas pergelangan kakinya, keraguan itu pasti akan sirna.

Lengan, kaki, juga pinggangnya begitu ramping, dan kulitnya putih langsat.

Yah, memang benar kalau ia tak punya payudara yang besar, tapi tak berarti Yukinoshita juga punya.

Entah kenapa, aku merasa bulu kudukku merinding.

Setelah agak mereda, aku lalu bicara pada Totsuka yang sudah berdiri sambil tersenyum di sana.

"Ada perlu apa?"

"Ah. Begini, anak yang biasanya kuajak berpasangan hari ini tak masuk sekolah. Jadi, eng... kalau boleh, mau tidak kau jadi partnerku?"

Sial, harusnya ia jangan melihat sambil menengadah begitu. Ia jadi kelihatan begitu manis. Arghh, kenapa ia sampai tersipu segala?

"Ahh, boleh. Lagi pula, aku juga sedang tak punya pasangan."

Maaf, Tembok. Hari ini aku tak bisa main denganmu...

Setelah meminta maaf pada tembok dan beralih ke Totsuka, ia lalu tampak lega. "Fiuh... syukurlah!" Gumamnya.

Sial, mendengarnya malah membuatku gugup. Dirinya terlihat benar-benar manis.

Menurut cerita Yuigahama, karena penampilan Totsuka yang seperti itu, beberapa perempuan di sekolah kami mulai menjulukinya Sang Pangeran. Oh, jika melihat Totsuka sebagai lelaki manis yang punya sisi feminin, nama itu memang sangat cocok. Ditambah, julukan Sang Pangeran juga membuat kita ingin melindunginya.

Begitulah, latihan bebasku dengan Totsuka pun dimulai.

Totsuka merupakan bagian dari Klub Tenis, jadi tak mengejutkan kalau permainannya bagus.

Ia bisa menangani servis yang telah kukuasai sewaktu sesi memukul bola ke tembok, dan mengembalikannya ke arahku.

Seusai kami mengulang gerakan itu berkali-kali, Totsuka mulai membuka pembicaraan, seakan ia hampir mulai merasa bosan.

"Sudah kuduga, Hikigaya cukup hebat."

Karena jarak kami agak jauh, Totsuka mengatakannya dengan perlahan.

"Aku sangat hebat soal memukul bola ke tembok, jadi menguasai tenis itu perkara mudah."

"Itu skuas, bukan tenis..."

Dengan perlahan, sambil saling melempar kalimat, Totsuka dan aku lanjut bergantian memukul bola. Walau anak lain di sekitar kami gagal memukul maupun mengembalikan bola mereka, namun reli panjang kami tetap berlanjut.

Kemudian, reli kami pun berhenti. Totsuka menangkap bola yang melambung ke arahnya.

"Ayo istirahat dulu."

"Ayo."

Kami lalu duduk bareng. Kenapa ia harus duduk di sampingku? Rasanya agak aneh, 'kan? Ketika ada dua anak lelaki duduk bareng, bukankah lebih normal jika mereka duduk saling berhadapan atau saling bersilangan? Bukankah ia duduk terlalu dekat? Bukankah sudah terlalu dekat?

"Begini... aku ingin meminta saran darimu, Hikigaya..."

Ujar Totsuka dengan tampang serius.

Begitu rupanya. Kalau ia ingin diam-diam meminta saran dariku, maka kurasa kami memang harus sedekat ini. Itu sebabnya ia duduk begitu dekat denganku, ya 'kan?

"Saran, ya...?"

"Iya. Ini sebenarnya tentang Klub Tenis kami... kau tahu, 'kan? Kami memang tak begitu hebat. Kami juga tak punya banyak anggota. Dan jika para anak kelas tiga lulus pada turnamen berikutnya, kami akan jadi lebih lemah. Ada banyak murid baru yang bergabung namun mereka belum pernah bermain tenis sebelumnya, jadi mereka masih belum terbiasa... dan karena kami begitu lemah, motivasi kami pun berkurang. Maksudku, bukan berarti orang-orang perlu bersaing dalam olahraga yang dimainkannya, jadi..."

"Begitu."

Itu masuk di akal. Sebenarnya, itu mirip seperti masalah yang biasa dihadapi oleh tim olahraga kecil dan lemah.

Kalau tim kita tak begitu hebat, orang-orang takkan bergabung. Dan kalau tak banyak orang di dalamnya, maka takkan ada yang mau bersaing untuk posisi sebagai pemain inti.

Bahkan andai kita izin atau bolos saat latihan, kita masih bisa bermain saat turnamen. Dan selama kita masih dimainkan dalam pertandingan, kita akan merasa bahwa kita sudah cukup berkontribusi. Tentunya ada banyak orang yang sudah merasa puas dengan hal demikian meski mereka tak memenangkan pertandingan apa pun.

Pemain-pemain yang seperti itu takkan bisa berkembang. Dan karena hal tersebut, timnya tak punya harapan untuk menarik perhatian pemain-pemain baru. Dan itu akan terus berlanjut seperti lingkaran setan.

"Jadi... jika Hikigaya tak keberatan, maukah kau bergabung ke Klub Tenis?"

"...hah?"

Apa maksudnya itu...?

Totsuka melihat rasa bingung yang tampak di mataku ini, dan ia terlihat berkecil hati sewaktu merangkul lututnya. Ia sesekali melirik ke arahku dengan tatapan memohon.

"Hikigaya hebat bermain tenis, dan menurutku kau bisa berkembang lebih baik lagi. Bahkan kurasa kau bisa memotivasi yang lainnya juga. Dan... kalau bersamamu, Hikigaya, kurasa aku juga bisa berusaha lebih keras lagi. E-eng... bukan dalam artian yang aneh-aneh! Hanya saja, aku ingin lebih hebat lagi bermain tenis!"

"Tak masalah kalau kau lemah... aku akan melindungimu."

"...apa?"

"Ah, maaf. Cuma asal bicara."

Melihat kepolosan Totsuka malah membuatku mengatakan hal-hal tak jelas, padahal harusnya aku bersikap serius tadi. Tapi mau bagaimana lagi, dirinya begitu manis. Saking manisnya sampai-sampai aku hampir setuju untuk bergabung ke klubnya. Aku hampir mengangkat tanganku layaknya orang yang hendak bertarung demi memperebutkan potongan kue terakhir di kantin.

Namun tak peduli seberapa manisnya Totsuka, ada permintaan yang tak mungkin bisa kupenuhi.

"...maaf. Sepertinya aku tak bisa..."

Aku kenal baik siapa diriku.

Aku tak merasa akan bisa pergi ke klub setiap harinya, dan aku tak yakin bakal mau melakukan aktivitas fisik di setiap paginya. Satu-satunya yang mau melakukan hal tersebut hanyalah para manula yang melakukan tai chi di taman. Lagi pula, ucapan, Aku sudah tak sanggup, nih~~~... telah menjadi moto favoritku. Walau terdengar seperti meniru Korosuke, yang merupakan karakter dari seri Kiteretsu, namun yang kutekankan di sini adalah kalau ujung-ujungnya aku juga bakal keluar dari klub itu. Bahkan saat pertama kalinya aku bekerja paruh waktu, aku justru mangkir selama tiga hari.

Jika orang sepertiku bergabung dalam Klub Tenis, aku yakin kelak bakal membuat Totsuka lebih depresi lagi.

"...begitu..."

Totsuka tampak kecewa. Di sisi lain, aku sedang berusaha menemukan kata-kata yang tepat untuk menghadapi situasi macam ini.

"Eng, yah... tak perlu cemas. Aku akan memikirkan cara lain."

Padahal aku tak bisa berbuat apa-apa.

"Terima kasih. Aku jadi merasa agak baikan setelah bicara denganmu, Hikigaya."

Totsuka lalu tersenyum padaku, tapi aku tahu kalau rasa tenang di pikirannya itu hanyalah sementara. Di saat bersamaan, sebagian diriku juga merasakan hal yang sama, meski itu cuma sementara, jika Totsuka merasa tenang, pada hakikatnya hal tersebut cukuplah bermakna.



Read more ...»