Oreshura Jilid 1 Bab 6

On Senin, 15 Mei 2017 0 komentar

=========================================================
Baru bisa posting, yang sebenarnya sudah lama tersimpan di draft... Oke , deh, tanpa basa-basi, langsung ke catatan terjemahan...
Panchira adalah sebuah istilah ketika celana dalam seorang perempuan sekilas terlihat dikarenakan rok yang dikenakannya tersibak...
Mengenakan bulu kucing adalah kiasan yang berarti sudah jinak...
Hasil terjemahan seri ini di-posting di masing-masing fantranslation... Rilisan seri ini bisa terlebih dahulu dinikmati sehari lebih awal di Zhi-End Translation...
Selamat menikmati....
=========================================================


Bab 6 - Yang Ada Di Balik Rok Adalah Sebuah Kekacauan


Sekelumit kabar ini langsung menyebar ke seantero sekolah.

Mereka menyebutnya Pertunjukan Langsung Dorarara ~ Chihuahua .

Cerita tentang Chihuahua yang Malang pun dimuat di halaman depan koran sekolah.

Keesokan harinya setelah jam pelajaran berakhir—

Aku jadi penasaran tentang perasaan mereka berdua soal kegagalan kemarin, itu sebabnya aku pergi ke ruang klub— Chiwa dan Masuzu ternyata sudah bersimpuh di depan seperangkat peralatan teh.

"Yah, kurasa kita bisa memaklumi hal itu!" 

Chiwa dengan resah menggigit sepotong panekuk khas Jepang.

"Benar, dari sudut pandang mendapatkan perhatian lebih, ini bisa dianggap sebagai awal yang cukup bagus, bukan?"

Masuzu dengan santai menyeruput tehnya.

... tidak. Chiwa tidak mendapatkan pengalaman apa pun.

Di atas meja, terdapat botol termos, teko, cangkir, sekaligus kudapan seperti panekuk khas Jepang — semua yang dibutuhkan untuk upacara minum teh siang khas Jepang sudah siap tersedia. Sepertinya Masuzu membawa semua perabot ini dari ruang guru.

Kutaruh tas sekolahku di atas meja lalu duduk di salah satu kursi lipat.

"Intinya, adik Sakagami pasti akan mengingat nama Chiwa. Tapi jika dilihat dari sisi mana pun, Chiwa hanya akan dikaitkan dengan citra yang buruk. Iya, 'kan?" 

"Meski Chiwa memiliki reputasi yang buruk atau tidak, itu tidak akan berpengaruh. Jika adik Sakagami itu tidak mengingat nama depannya, maka tidak akan pernah ada kesempatan untuk memulainya." 

"Begitukah?" 

"Kebalikan cinta bukanlah benci, melainkan ketidakpedulian. Semua hubungan antar sepasang kekasih itu dimulai dari beberapa ikatan emosional seperti ini." 

"Ah ...."

Yah, jika dikatakan seperti itu, memang tidak salah, sih.

"Biarpun begitu, Chiwa benar-benar terlalu kasar dan berlebihan. Dia bahkan membawa kotak gitar dan mengayunkannya dengan kuat." 

"Benarkah? Padahal kukira itu biasa saja." 

Kata Chiwa sambil menggigit dan mengunyah panekuknya, dia lalu memiringkan kepalanya.

"Jika kamu mencederai dirimu lagi seperti sebelumnya, hasilnya bisa tambah parah .... Memangnya kalau punggungmu tiba-tiba mulai sakit, kamu mau apa?" 

"Khawatirmu itu memang suka berlebihan. Jika terus seperti itu, kamu bisa jadi botak nanti!" 

"... walau nanti botak, aku masilh bisa pakai wig. Tapi kalau cedera di punggungmu kambuh, kamu tidak akan bisa berjalan!" 

Tanpa sadar aku menaikkan volume suara.

Chiwa behenti memakan panekuknya, lalu menundukkan kepala.

"Maaf, aku hanya bercanda. Aku terlalu terbawa suasana."

"Dasar .... Asal kamu ingat cederamu, maka itu tidak masalah."

"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Aku akan berhati-hati."

"Bukan artinya aku mengkhawatirkanmu." 

"... hehehe."

Aku tidak tahu kenapa, tapi Chiwa terlihat sangat senang.

Bahkan setelah aku memarahinya, dia tetap saja girang. Apa gadis ini masokhis?

Sebelumnya, aku sudah menyela Masuzu karena suatu alasan, tapi dia tidak bereaksi. Dia hanya diam sambil menyeruput tehnya.

"Hei ..., Natsukawa. Boleh kutanya sesuatu?" 

"Apa itu, Harusaki-san?"

"Barusan kamu bilang kalau semua hubungan antar sepasang kekasih itu dimulai dari ikatan emosional."

"Ya?" 

"Jadi ..., seperti apa ikatan emosionalmu dengan Ei-kun? Kenapa kamu bisa pacaran dengannya?"

Bisa kurasakan jantungku berdebar kencang.

Masalah ini ada hubungannya dengan buku catatanku, karena itu aku tidak ingin begitu saja ikut berbicara.

—bagaimana caramu menyudahi percakapan ini, Masuzu?

Itulah yang kupikirkan. Namun Masuzu tersenyum dengan santai dan berkata:

"Karena dia sudah melihat celana dalamku."

Karena terkejut, separuh panekuk yang Chiwa makan tadi jatuh ke dalam cangkirnya.

"Eh .... Apa?! Apa-apaan itu?!"

"Eita-kun~ celana dalamku~ sudah dilihat semuanya." 

"... Ei-kun?"

Chiwa menapatap ke arahku dengan pandangan yang mengerikan.

"Tung-tung-Tunggu! Masuzu! Jangan bohong! Aku tidak melihat apapun!" 

"Begitulah, si pelaku menyangkal tuduhannya." 

"Eh, soal ini lagi?!" 

Aku sungguh tidak melihatnya.

Aku tidak melihatnya!

Dan itu karena angin meniup roknya dan dia tidak memakai apa-apa.

Bahkan tempo hari pun, ketika Masuzu mengangkat sendiri roknya, dia tidak menunjukan area itu.

"Ketika celana dalam seorang gadis terlihat, maka dia tidak punya jalan lain selain mendedikasikan dirinya pada lelaki itu." 

Masuzu berbohong dengan santainya ....

Lagi pula, tidak seharusnya tata krama itu kamu jadikan sebagai alasan!

"Oh, begitu. Jadi kejadiannya seperti itu ...." 

Meski suara Chiwa terdengar semakin kalem, alisnya terus saja berkedut.

Itu adalah kebiasaannya saat berusaha menahan amarah.

"Ku-kubilang bukan seperti itu! Tidak kusangka angin meniup roknya! Aku tidak melihat apa pun! Karena memang tidak ada satu pun pakaian dalam yang bisa dilihat!" 

Aku berusaha keras membela diri.

Aku tidak ingin Chiwa menganggapku sebagai orang yang mesum.

"Benar, dia memang tidak memakai apa-apa! Aku yakin itu! Karena sekejap angin bertiup, tanpa sengaja aku melihat roknya! Aku terpaku sambil terbelalak melihat roknya, namun aku tidak melihat apa pun! Jika aku bisa melihat paha putihnya yang mulus, maka harusnya aku bisa melihat celana dalamnya! Walau boleh jujur, itu mungkin saja terjadi kalau angin bertiup di antara kedua kakinya ..., atau mungkin saja celana dalamnya itu menempel ketat di pahanya! Tapi jika .... Uh, wuuaahhh!"

Chiwa memukulku.

Dia memukulku dengan keras menggunakan tinjunya.

Kupikir dia sudah tidak memukulku seperti ini semenjak SD dulu.

"Ka-ka-kamu ... mesum!" 

"Ti-tidak, Chiwa ..., percayalah!"

"Ei-kun benar-benar menjadi orang mesum. Sebagai temanmu sedari kecil, aku jadi malu!" 

Air mata memenuhi sudut mata Chiwa.

Aku telah membuat teman sedari kecilku menangis dengan kelakuan mesumku (meski itu tuduhan yang salah)

"De-dengarkan aku ..., Chiwa .... A-aku—" 

"Aku tidak mau! Aku tidak ingin mendengarnya! Berlutut sekarang, Ei-kun! Aku ingin kamu berlutut di sini seharian!" 

Aku menurut dan merendahkan  dengan punggung tegak.

Aku melepas sepatuku lalu berlutut di lantai.

"Sementara ini kita tidak akan membahas tindakan mesum Eita-kun." 

Mengabaikan penderitaanku yang berlutut di lantai dingin nan keras, Masuzu terus meminum tehnya dengan tenang.

"Kalau dipikir-pikir, mungkin membiarkan dia tidak sengaja melihatnya adalah strategi yang sangat efektif."

"Hah?"

"Sungguh disayangkan, tapi sesuai perkiraan, pria memang selalu tergoda oleh aspek wanita yang satu itu. Sebuah strategi yang sederhana namun begitu efektif." 

"Berhenti bercanda! Memangnya aku mau melakukan hal sememalukan itu?" 

"Ini sebenarnya merujuk pada panchira," ujar Masuzu dengan kepercayaan diri yang besar, kemudian melanjutkan,

"Panchira bukan berarti akan kuperlihatkan, tapi lebih ke bisa terlihat, seperti sesuatu yang tidak sengaja tertiup oleh angin."

... Masuzu memang seorang ahli strategi yang mengerikan.

Sesuatu yang cocok berada di Jien-Otsu!

"Jadi maksudmu, jika aku benar-benar menunjukkan panchira ini pada Sakagami-senpai, dia pasti akan tunduk, bersujud di kakiku?"

"Tidak ada pengaruhnya meski lelaki itu tampan atau tidak, yang pasti, malamnya dia tidak akan bisa tidur."

"Kurasa ini memang efektif ..., tapi rasanya aku sudah melewatkan sesuatu yang penting." 

"Oh, aku tidak menyangka kalau kamu bisa peka soal itu, Harusaki-san." 

"Aku juga tidak menyangka kalau kamu bisa blakblakan begitu. Setahuku kamu ini seorang ojou-sama yang bermartabat, tapi nyatanya tidak seperti itu!"

"Ya, karena kini aku sedang mengenakan bulu kucing."

"Meong~" Masuzu mengeluarkan suara kucing.

"Apa pun itu, aku menolaknya! Lagi pula, itu bukan berarti aku mau menggunakan strategi semacam tadi."

"Jadi kamu tidak percaya diri dengan celana dalammu? Pantas saja kamu masih belum punya pacar." 

"Ce-celana dalam yang kupakai sudah pasti imut!"

Yah ....

Meskipun ini begitu mendadak, aku akan menjelaskan posisi kami saat ini.

Masuzu dan Chiwa terpisah oleh meja klub, kursi mereka berdua saling berhadapan.

Aku berlutut, tidak begitu jauh dari meja, mengamati percakapan di antara dua gadis tersebut dari samping.

Karena aku disuruh berlutut di lantai, aku jadi bisa melihat ... kedua kaki mereka dari bawah meja.

Rok mereka kira-kira dua puluh senti di atas lutut, karena peraturan sekolah tidak mengizinkan rok yang lebih pendek lagi. Dengan jarak sepanjang itu, paha mereka tidak akan terlihat ketika duduk, dan belum termasuk bagian itu.

Meski begitu ....

Ya ..., meski begitu ....

"Wuuuuuuuuooaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!"

"A-apa-apaan ...?! Ada apa, Ei-kun?!" 

Karena terkejut, Chiwa menoleh dan memandang ke arahku.

"Bu-bu-bu-bukan apa-apa! Bukan apa-apa! Bukan apa-apa, kok!" 

"Kalau bukan apa-apa, diam!" 

Barusan, barusan .....

Selama sepersekian detik, Masuzu mengangkat roknya ....

Dari bawah meja, aku bisa melihat paha putih ramping yang menyilaukan.

Aku sangat yakin kalau ini adalah buktinya. Masuzu menggodaku, dan dia membiarkanku melihatnya dengan sengaja. Dia bahkan menjulurkan lidahnya.

Chiwa tidak menyadari situasi di luar kewajaran ini dan terus mengobrol dengan Masuzu.

"Yah, apa tidak ada strategi tempur yang lebih baik lagi?" 

"Eh .... Itu akan sangat merepotkan. Apalagi tanpa menggunakan senjata paling ampuh seorang wanita." 

Masuzu memangku pipinya dengan tangan kanan, lalu menampakkan tampang layaknya orang sedang merenung.

Dan tangan kirinya sendiri sedang memegang ujung rok.

"Woouahauuaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!"

"Bukankah sudah kusuruh diam?!" 

Chiwa menggebrak meja.

"Sudah cukup main-mainnya, Ei-kun. Apa kamu lebih ingin berlutut di lorong?" 

"Ma-ma-maaf! A-aku akan diam!"

Dia melakukannya lagi ....

Kali ini, Masuzu mencengkeram tepi roknya, lalu melambaikannya ke kanan dan ke kiri seolah menggodaku dengan pakaiannya yang menggantung.

Pahanya yang padat samar-samar bisa terlihat di atas kursi.

Tanpa sadar aku mencondongkan diri ke depan.

Ini sungguh memalukan!

"Kenapa tidak kamu perlihatkan saja buku catatan itu padaku?"

"Tidak, aku tidak bisa membiarkanmu melihat wasiat terakhirnya."

"Cih, dasar pelit!" 

"...!"

Untuk yang ketiga kalinya, aku berhasil menahan keterkejutanku dan mengendalikan diri.

Sekarang, dia berada di posisi yang cukup beresiko.

Di bawah meja itu agak remang, jadi sulit untuk melihatnya dengan jelas. Tapi paha putih yang sungguh mulus itu hampir terlihat sepenuhnya.

Ini aneh.

Terlalu aneh ....

Umumnya, jika tersingkap sampai sejauh itu, paling tidak, celana dalamnya itu mestinya bisa terlihat, 'kan?

Tapi karena aku tidak bisa melihatnya, bukankah artinya dia.....!

Aku mendongak, dan menyadari kalau Masuzu juga sedang melihatku.

Inilah yang disebut berbicara lewat mata. Tatapan sedingin es milik Masuzu seolah berbicara padaku,

— Bagaimana? Apa kamu melihatnya? —

Aku menatap balik Masuzu, dan menjawab dengan mata terbelalak;

— Aku tidak lihat! —

— Oh, belum cukup, toh? —

— Aku tidak bilang begitu! —

— Baiklah, akan kuangkat lebih tinggi lagi. —

— Bodoh! Itu malah tambah parah! —

— Tapi katamu tadi tidak bisa lihat. Iya, 'kan?

— Meski aku tidak bisa lihat, tapi kalau kamu terus begitu, aku pasti akan melihat sesuatu yang benar-benar berbeda! —

"Ei-kun, kamu sedang apa?"

Mendengar suara Chiwa, aku langsung tersadar.

"Wuahh!" Aku bahkan sampai berteriak.

Memalukan sekali ....

"Kalian berdua sedang apa? Sejak tadi kalian sudah saling tatap."

"Bu-bu-bukan apa-apa !"

"Benar, kami tidak sedang berbuat apa-apa."

Dengan tenang Masuzu tersenyum sambil lanjut berkata,

"Pasangan yang saling mencintai saling menatap satu sama lain, adalah hal yang sangat wajar."

"Sepertinya tidak begitu. Ei-kun sendiri tampak syok sambil berair mata."

"Itu pasti karena dia tidak terbiasa berlutut, kakinya pasti kram." 

"... ah, benar juga." 

Meski mengangguk, Chiwa masih terlihat seolah tidak yakin dengan penjelasan tadi.

Biar bagaimanapun, Chiwa tetaplah Chiwa. Dia mungkin masih belum mengira kalau kami ini bukanlah pasangan yang normal.


XXX


Beberapa menit kemudian, Chiwa pergi ke kamar mandi. Kugunakan kesempatan ini dan dengan keras bertanya pada Masuzu,

"A-a-apa apaan itu tadi?"

Masuzu menggembungkan pipinya dengan ekspresi cemberut yang tidak biasa dan berkata,

"Itu karena Eita-kun masih menuduhku tidak memakai apa-apa."

Jarang sekali melihat dirinya yang kekanak-kanakan.

Aku sampai terpaku memperhatikannya.

"Tetap saja, bisa-bisanya kamu melakukan itu tepat di hadapan Chiwa?!"

"Tapi kamu senang, 'kan?" 

"Aku ... tidak senang! Chiwa pasti akan membunuhku karena hal itu! Amarahnya yang barusan itu sungguhan!" 

"Rupanya murid peringkat atas kita ini masih bisa dijinakkan oleh temannya sedari kecil." 

Masuzu tersenyum lalu berkata,

"Harusaki-san tadi sempat mengatakan sesuatu —boleh aku tanya?"

"Soal apa?" 

"Kenapa kamu dan Harusaki-san bisa sedekat itu?" 

"Karena dia temanku sedari kecil."

"Itu bukan alasan sesungguhnya, 'kan?" 

Masuzu tersenyum kecut.

"Ada banyak orang di luar sana yang masih berteman dan menjalani hidup bersama sedari kecil. Apa Harusaki-san adalah satu-satunya yang masih bersama denganmu?" 

"Meski kamu bilang begitu ...."

Sejujurnya, aku hanya bisa bilang kalau itu terjadi begitu saja.

Atau karena aku tinggal dekat dengan rumahnya?

Tidak peduli bagaimana aku memikirkannya, alasan itu sulit untuk dipikirkan.

"Seperti yang kukatakan sebelumnya—"

Masuzu tiba-tiba menyela,

"Aku sedikit khawatir kalau Harusaki-san tidak akan datang ke klub karena kejadian kemarin. Mungkin saja dia akan bertanya tentang syarat untuk mengundurkan diri dari klub. Bahkan aku sudah memikirkan cara untuk membujuknya agar tetap tinggal —tapi sesampainya di ruang klub, aku melihat dia sudah meminum teh dengan serius. Dia sudah menunggu."

"Jadi begitu, lagi pula ...." 

Fakta bahwa Masuzu sampai berpikir seperti itu tidaklah mengejutkan.

Terlepas dari ingatan soal rechiridora, sankyuu kemarin ..., Chiwa tetap bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa, meski semalam bisa saja dia sangat frustasi. Jika itu aku, aku mungkin sudah depresi selama seminggu penuh.

Tapi—

"Chiwa tidak akan pernah menyerah." 

Ucapku dengan sangat yakin.

"Kenapa?" 

"Dia tidak pernah menyerah terhadap apa saja yang berhubungan dengan kegiatan klub. Selama tujuannya belum tercapai, dia tidak akan pernah berhenti." 

Lalu kujelaskan pada Masuzu kenapa Chiwa harus berhenti dari klub kendo.

Tahun lalu, mendekati musim panas, dia mengalami sebuah kecelakaan dan dipaksa harus melepaskan tujuannya.

Meski begitu, sifatnya yang ceria itu tidak berubah, dan dia tetap berhasrat untuk mengejar tujuan yang baru.

"Ternyata begitu ceritanya ...?"

Masuzu menghela napas, menggangguk, lalu berkata,

"Kini aku sudah mengerti alasannya."

"Hah?"

"Eita-kun dan Harusaki-san boleh terus bersama, kini kamu sudah punya alasannya." 

"Eh?"

Tidak ada yang pernah berkata seperti itu.

Saat ini, Masuzu perlahan melingkarkan lengannya di pundakku.

Tubuhnya yang lembut bergesekan dengan tubuhku tanpa sedikit pun rasa malu.

Payudara yang ada di balik seragamnya menekanku, pita seragamnya kehilangan bentuk karena sebuah tekanan, dan nafasku seketika berhenti.

"Tapi, jangan lupa ...." 

Bibir merah Masuzu yang mungil itu terbuka lalu menutup.

"Jangan lupa, Eita-kun. Saat ini kamu adalah pacarku." 

Aku meneguk liur.

"Ta-tapi bukankah aku hanya seorang <<fake>>?" 

"Kamu memang <<fake>>, namun tetap milikku seorang, jadi jangan salah paham. Itu sebabnya ... jangan bersikap terlalu baik terhadap gadis lain di depanku."

Kusadari kalu punggungku sudah berkeringat.

Padahal musim panas masihlah jauh.

"Kamu .... Sebanyak apa sisi dirimu yang sungguhan?" 

"Sebanyak apa?" 

Dia lalu menjauhkan tubuhnya dariku sambil tersenyum.

"Tentu semuanya. Ten—tu — se—mua—nya  <<fake>>." 

Wanita ....

Wanita ... macam apa dia ini?

__________________________________________________________



Natsukawa Masuzu.

Murid kelas satu SMA, pacar(?) Eita,

Lidah tajam, seseorang yang baru pulang dari luar negeri.


Kutipan favorit: "Aku tidak akan berhenti memukul sampai kamu menangis."


Read more ...»

Oreshura Jilid 1 Bab 5

On Minggu, 07 Mei 2017 0 komentar

=========================================================
Lama ya...? Baiklah setelah ini akan berturut-turut di-update rilisannya... Jadi langsung ke catatan terjemahan saja...
Mendo adalah seruan yang diteriakkan ketika memukul bagian depan helm lawan dalam kendo...
Funnel adalah senjata yang cara kerjanya dikendalikan oleh pikiran pilot dalam seri Gundam. Mereka yang bisa menggunakannya disebut 'newtype', karena Chiwa menyebut dirinya 'oldtype', makanya dia mengatakan kalau Chiwa tidak akan bisa menggunakan funnel...
Hasil terjemahan seri ini di-posting di masing-masing fantranslation... Rilisan seri ini bisa terlebih dahulu dinikmati sehari lebih awal di Zhi-End Translation...
Selamat menikmati....
=========================================================


Bab 5 - Musik Ringan Adalah Sebuah Kekacauan


Keesokan harinya, saat istirahat makan siang.

Sambil menyantap makan siang, kuutarakan secara detail apa yang terjadi kemarin. Kaoru menatapku dengan mata terbelalak.

"Oh, benar-benar perkembangan yang tidak disangka." 

Kaoru benar.

Fakta bahwa aku mendapat pacar adalah kejadian konyol yang sungguh tidak wajar. 

Namun tidak pernah kusangka bahwa aku, yang terkenal selalu pulang ke rumah sehabis sekolah, akan mengikuti kegiatan klub ....

"Apa kamu tahu siapa guru pembimbingnya? Jika tidak ada, kegiatan klub tidak mungkin bisa diadakan, bukan?" 

"Beliau adalah guru sastra, Itotani-sensei. Tahun lalu dia adalah pembimbing klub upacara minum teh, tapi setelah murid kelas tiga lulus, klub itu bubar. Kami dengar dia tidak begitu sibuk, dan klub kami berhasil mengambil alih klub upacara minum teh." 

"Lalu bagaimana caramu menjelaskan kegiatan klubnya pada guru?"

"Demi tujuan untuk menggali kembali penampilan sejati gadis jepang, untuk mengubah murid SMA Hanenoyama menjadi gadis yang bermartabat, suci, jujur, dan cantik, mempelajari etika atau mungkin sopan-santun, dan sebagainya ...."

Kudengar dari Masuzu saat dia menjelaskannya pada guru, meski begitu, aku benar-benar bingung.

Lupakan saja. Itu hanyalah permainan kata-kata.

"Klub kami punya tujuan untuk membuat populer anggotanya dan menyenangkan semua orang, fuhuhuhu~tehe?" tadi itu bukanlah hal yang pantas untuk dikatakan.

Selain itu, ada masalah yang lebih penting yang belum terpecahkan. Apakah buku catatanku akan dibeberkan pada Chiwa atau tidak.

Aku lalu bertanya pada Masuzu tentang alasannya berbuat begini ....

Tidak ada alasan khusus. Hanya saja, lebih menarik kalau seperti itu.

Buku harian ini penuh hal-hal yang sangat menarik .... Aku bisa jelas merasakan <<aura>> talenta Eita yang luar biasa.

Tapi jangan khawatir, aku tidak akan membeberkan isi buku harian ini pada Harusaki-san, ataupun membiarkan dia tahu bahwa ini adalah buku harian pribadimu 

Aku berjanji padamu, jika hal ini terjadi, aku akan mencabut peran pacar <<fake>>-mu itu."

Yah, karena dia bilang begitu, tidak ada ruginya mempercayai hal itu sekarang.

Tapi mustahil menyingkirkan kegelisahan ini. 

"Sampai berkata begitu, inisiatif Natsukawa-san benar-benar luar biasa."

"Ya, aku benar-benar terkejut."

Nyatanya, hanya dalam satu hari, dia berhasil menemukan guru pembimbing, mendaftarkan dan medapatkan ruang klub, ditambah dia bisa memaksa Chiwa bergabung. Aku tidak pernah mengira kekuatan dari seorang ojou-sama.

Kebetulan, Masuzu masih belum ada di kelas, dan aku tidak pernah mendengar kalau dia pergi ke kantin. Jadi, dia makan siang di mana?

"Oh, iya, bagaimana dengan Chihuahua-chan?"

"Tampaknya dia sedang terbakar semangatnya ...." 

Meski sementara ini kelihatannya kami tidak saling berbicara, kemarin malam Chiwa datang untuk makan malam. 

Hidangannya adalah babi panggang jahe, dan dia terus menambah nasinya hingga tiga kali.

"Meski rasanya menjengkelkan dinasehati perempuan itu, tapi aku juga mendengar sesuatu yang bagus." 

"Aku ingin mencuri rahasianya, aku ingin lebih popular dari pada Natsukawa .... Aku pasti akan menunjukannya padamu!" 

Terlihat senang, Chiwa berbicara dengan heboh sampai nasinya berceceran.

Mungkin memang karena itu.

Sejak dia tidak bisa lagi berlatih kendo, kupikir dia punya terlalu banyak energi yang menunggu untuk dihabiskan.

Terlebih, dia sering berkata, mencari hal-hal baru untuk dilakukan.

Hehe.

"Entah kenapa, bukankah Eita terlihat sangat senang sekarang?" 

"Jangan konyol. Dia memaksaku untuk mengurangi waktu belajarku, dan rasanya sangat mengganggu." 

Biarpun begitu, ekspresi di wajahku menjawab berbeda.

Faktanya, Kaoru sepenuhnya benar. Aku memang sedikit ... senang.

Akan tetapi, itu bukan karena aku ikut bergabung dalam klub baru.

Melainkan, melihat Chiwa yang berulang kali berusaha begitu keras— tidaklah buruk.

"Meski begitu, berada di antara dua gadis juga sangat berat," ujar Kaoru dengan senyum masam. 

"Ya, hanya kamu yang bisa mengerti aku." 

"Tentu saja, karena kita ini sahabat."

Rasa empati semacam ini adalah sesuatu yang ingin juga kuperoleh dari pacar dan teman sedari kecilku.

Aku tidak sabar menantikannya!


XXX


Sepulang sekolah—

Ada sebuah gulungan kaligrafi yang ditulis Masuzu tergantung di depan ruang klub.

Klub Jien-Otsu kami akhirnya siap memulai kegiatan.

"Harusaki-san, apa kamu siap?" tanya Masuzu.

Masuzu memakai pakaian seputih salju sebagai jubah yang dia peroleh entah dari mana, dengan satu tangan membawa buku catatanku, terlihat seperti seorang guru. Pakaian semacam ini sangat cocok untuknya. Sudah kuduga, orang cantik pasti bisa melakukan hal seperti itu.

"Penghiburan diri para gadis muda, ayo dimulai!"

Chiwa menggerutu tidak puas, meski begitu ia tetap berlutut di bantalan duduk. Seperti pelatih kendo yang berpengalaman, punggunggnya lurus, dan posturnya sempurna.

Aku menyusul dan duduk bersila di kursi lipat, tidak jauh dari kedua gadis itu. 

"Untuk memulai, mari sepakati satu tujuan." 

"Tujuan?"

"Pertama, kita targetkan orang yang ingin kamu jadikan pacar. Singkatnya, siapa yang ingin kamu taklukan?"

"Menjadi populer tanpa hal itu ..., apa tidak bisa?"

"Aku percaya menetapkan sebuah tujuan pasti akan memudahkan kita mendapatkan hasil dari pelatihan ini."

"... tapi, meski kamu menyuruhku langsung memilih seseorang ...." 

Kata Chiwa, kemudian melirik sejenak ke arahku.

Ada apa?

Apa dia ingin meminta saranku mengenai hal itu?

"Benar, memiliki sebuah tujuan adalah hal yang bagus. Jadi, apa ada seseorang yang mengusik hatimu?" 

"Ah ... mana mungkin aku punya ..., 'kan?"

Chiwa menundukkan kepalanya.

Eh ....

Tidak ada lelaki yang disukainya, tapi masih ingin menjadi populer?

Ini sungguh menyia-nyiakan inti dari penetapan tujuan.

"Jangan berpikir terlalu keras, tidak apa-apa jika mulai dari mereka yang kamu anggap teman."

Chiwa menundukkan kepalanya selama beberapa sesaat dan berkata,

"Yah ...."

Dia kemudian mendongak dan melanjutkan perkataannya,

"... Sakata dari klub basket putra? Dia seorang kakak kelas. Aku selalu dengar para gadis di kelas kami membicarakan soal tampannya dia."

Sakata?

Apa klub basket putra punya senpai dengan nama itu?

"Apa maksudmu Sakagami-senpai? Anak kelas tiga itu?"

"Ah, be-betul, maksudku dia."

Jadi maksudnya kakak kelas yang itu?

Jika itu benar-benar dia, maka aku tahu seperti apa orangnya. Dia akan ikut andil dalam kompetisi olahraga  Inter-High tingkat SMA, dan dia adalah andalan tim basket SMA Hanenoyama. Dia sangat tinggi, berpenampilan menarik, dan pastinya dianggap sebagai kakak kelas yang populer.

"Tapi dia seperti bunga yang tidak bisa dijangkau, bukankah itu sulit?" 

"Yah, aku jelas ... tidak merekomendasikan dia," kata Masuzu samar.

Aku sedikit terkejut.

Kupikir dia akan berkata, Tujuan yang ambisius pasti akan sangat bagus.

"... tidak, tunggu, sebenarnya ini sangat pas." 

Masuzu melanjutkan seolah mengesampingkan keraguannya tadi. Dia mengangguk dan berkata,

"Adiknya Sakagami ada di kelas kami. Akan lebih mudah menggunakan dia untuk mengenalkan dirimu."

"Mungkin kamu bisa membuatnya memberitahu kakaknya kalau ada gadis yang sangat manis di kelasnya."

Bahkan setelah melalui semua kendala untuk memilih seorang target, ekspresi Chiwa tetap terlihat tidak senang.

"... yah, kurasa Sakashita-senpai bisa kutetapkan sebagai tujuan."

"Maksudmu Sakagami?" 

"Ah, iya, Sakagami-senpai." 

Bagaimana bisa antusiasmenya tiba-tiba menghilang?

Kemarin, dia begitu bersemangat.

"Yah, karena kita sudah menetapkan sebuah tujuan —maka kita mulai hari pertama pendidikan." 

Masuzu berdiri di depan papan tulis putih (yang dia dapatkan entah dari mana) lalu berkata,

"Pertama kita akan membaca buku hariannya, jadi tolong dengar dan perhatikan."

Eh?

Tidak ada yang bisa kulakukan selain terkejut ..., namun, mata Masuzu melirik ke arahku sambil tersenyum seolah berkata, Tidak usah khawatir.

... yah, sementara ini aku akan percaya padamu.

"28 Mei- Cerah. Aku ingin memperkenalkan partnerku — gitarku dan musik barat, seiring dengan irama jiwa. Hari ini, aku membawa partnerku keluar bersamaku. Mereka adalah aku. Sampai kapan pun, aku tidak mampu baik untuk melepaskan, meninggalkan, atau mengganti mereka dengan avatar palsu. Itu adalah Guitar! Itu terukir sebagai partner jiwaku. Ketika kubawa gitar ini, aku terlihat mirip seperti seorang artis. Mata orang-orang yang lewat di jalanan menatapku dengan pandangan berbeda. Itu karena mereka melihat mata seorang artis — yang hanya menunggu apa yang ada di depannya. Terpapar tatapan bergairah ini, aku dan partnerku terbakar semangat, panas, panas. Tapi ekspresiku selalu Kool karena— tidak, bukan seperti itu. Wajah Kool x jiwa Hatto = 8. Jika bukan seperti itu, kamu tidak akan bisa membuat musik sungguhan— Ayolah, hari ini kita akan mengadakan pembukaan konser! Abaikan sekolah yang menyedihkan —panaskan suasana sekarang!"

"Ku— oooooooooooouuuu—"

Ini ....

I-ini sudah .....

Masuzu benar-benar menuruti perjanjiannya, dia membuat perubahan yang cerdik, menghilangkan hal-hal yang spesifik, hingga tidak ada yang bisa tahu kalau aku yang menulis buku harian itu.

Dia melakukannya dengan sangat baik, sampai aku ingin memujinya.

Ta-tapi ....

Tapi ....

Aaaaarrggghhhhhhhhhhhh ....

"Hei, hei, Ei-kun! Kamu tidak apa-apa?" 

Kusadari Chiwa sedang mengguncang bahuku.

"Ya, aku tidak apa-apa, Chiwa, haha, memangnya ada apa? Kamu terlihat kaget begitu." 

"Soalnya tiba-tiba kamu mulai membenturkan kepala ke dinding! Eh! Kamu ..., kamu berdarah!" 

Chiwa segera mengambil cairan disinfektan merah dan kain kassa dari dalam tasnya. Sepertinya dia punya kebiasaan membawa P3K sejak bergabung ke klub kendo. Dia sangat berpengalaman dan sudah ahli dalam merawat luka.

"Apa Eita-kun mau dibawa ke UKS?"

Tidak disangka, Masuzu ikut peduli.

—oh tunggu, bukankah dia orang yang patut disalahkan atas hal ini?

Sial ....

Tidak pernah kubayangkan kalau membaca buku catatan di depan orang bisa punya kekuatan merusak yang sebegitu besar.

Ini sungguh di luar dugaanku.

Mungkin ini benar-benar akan berdampak pada hidupku.

Aku harus segera membuat Chiwa populer, lalu menghentikan  kegiatan klub ini, kalau tidak ....

"Ma-maaf, aku baik-baik saja! Kita bisa terus lanjut." 

Masuzu mengangguk, dan kembali berdiri di depan papan tulis.

"Inti dari buku harian ini adalah — orang yang ikut sebuah band, adalah orang populer! Khususnya terhadap gitar. Faktanya, 97% murid SMA lelaki yang mulai belajar bermain gitar, melakukannya supaya menjadi populer. Data penyelidikan ini sangat jelas, dengan kata lain, Gitar memiliki efek yang sangat bagus terhadap popularitas. Tentu saja, ini juga berlaku untuk para gadis SMA."

Meski Masuzu dengan tenang menyelipkan beberapa rumor palsu, aku harus setuju kalau klaim Masuzu ini mengandung beberapa kebenaran walau dia menyimpangkan maksudnya.

Orang yang tergabung dalam band memang benar-benar populer. Tapi apakah ini karena band membuat orang populer atau karena orang populer tergabung dalam band? Yang manapun itu, aku tidak cukup yakin.

"Tapi bagaimana jika aku tidak bisa bermain gitar?"

"Lalu apa yang bisa kamu mainkan?"

Chiwa memiringkan kepalanya dan berkata :

"Hmm .... Shinai?"

"Shinai bukan alat musik." 

"Eh? Tapi shinai menghasilkan bunyi ketika terpukul." 

"Memangnya ada nadanya?

"Mendo~ Mendo~"

"Bisa-bisanya kamu mengatakan itu dengan santai?!"

Masuzu mengetuk tongkatnya di papan tulis lalu berkata,

"Tidak masalah jika kamu tidak bisa memainkannya."

"Eh?"

"Kamu hanya perlu terlihat seolah tahu cara memainkannya. Lagi pula, kamu tidak akan punya kesempatan untuk menampilkannya di sekolah."

"Betul ...." 

"Saat ini, gitar khayalan itu sedang jadi tren, 'kan? Itulah bukti paling nyata kalau kamu ingin jadi populer, kamu tidak harus bisa bermusik." 

Masuzu lalu mengeluarkan kotak gitar dari balik papan tulis.

Itu adalah kotak gitar yang besar, berat, berwarna hitam.

"Silakan, ini untukmu."

Chiwa mengambil kotak tersebut, membukanya, dan mengeluarkan ekspresi menyerah.

"Mana gitarnya?"

Masuzu mengangkat bahu, seolah bermaksud mengatakan, Anak kecil ini bicara apa? dengan bahasa tubuhnya. 

Gadis itu pun bertanya,

"Jika ada gitar di dalamnya, nanti jadi terlalu berat, 'kan?" 

"...."

"Silakan bawa kotak ini bersamamu. Seperti yang para pemain gitar akan katakan, Gitar itu seperti bagian tubuhmu sendiri, bukan begitu, Eita-kun ?"

"Ten-tentu." 

Di buku catatan itu memang tertulis begitu.

Meski pada kenyataannya, aku tidak tahu apa pun soal gitar.

Isi dari buku harianku seluruhnya berdasar pada gagasan, Jika aku bisa bermain gitar. Anggap saja ini sejenis persiapan mental atau visi untuk masa depan ..., atau yah ... sejenis cerita mimpi yang ideal.

Argh.

Tidak ....

"Waaahhhhhhhhh! Jika kamu melompat dari jendela itu, kamu akan mati!" 

"Kamu ini kenapa?! Tenanglah, Ei-kun!"

Aku akhirnya menyerah untuk bunuh diri ketika Chiwa menenangkanku.

Masuzu berdeham dan berkata,

"Jika ada yang ingin menyentuh kotak ini, marahi mereka, Jangan kotori jiwaku! atau, Singkirkan tangan kotormu!, sifat mudah marah adalah ciri khas dari seorang gitaris."

Itu anggapan yang sungguh klise.

"Tapi di dalamnya kosong, 'kan?" 

"Yah, jika ada gitar di dalamnya, bukankah nanti jadi terlalu berat?"

"...."

Chiwa memperlihatkan ekspresi yang tidak bisa dijelaskan, sambil menatap ke arah kotak gitar tersebut.

"Ditambah, kamu harus sepenuhnya meremehkan musik tradisional Jepang."

"Ke-kenapa begitu?"

"Itulah kecenderungan gitaris. Mendengarkan musik tradisional itu hina, sampah, serangga kotor! Kamu harus punya persiapan mental seperti ini, khususnya saat mendengarkan Johnny atau AK. Saat kamu mendengarkan jenis musik seperti ini, itu seolah membuat telingamu membusuk, akui itu!"

Eh?

Apa Masuzu memang punya kebencian mendalam terhadap musik tradisional Jepang?

"Apa ini benar-benar akan membuatku populer?"

Tanya Chiwa sambil mengerutkan alisnya.

Tampaknya dia sudah mulai merasa curiga.

"Tentu saja, catatan dia itu lebih sempurna daripada sebuah kitab." 

Bahkan ketika dihadapkan dengan pertanyaan yang meragukan, Masuzu tetap tidak goyah.

"Kebencian terhadap musik tradisional dan kecintaan terhadap musik barat adalah syarat mutlak bagi seorang gitaris." 

"Aku tidak pernah mendengarkan musik barat, dan aku tidak tahu siapa pun penyanyinya."

"Bukan penyanyi. Mereka disebut artis." 

Masuzu dengan teliti membenarkan detailnya.

"Jangan khawatir, jika ada yang bertanya siapa artis favoritmu, sebut saja nama dari Stand di Jojo's Bizarre Adventure Bagian IV, seperti yang tertulis di buku catatan ini." 

"...."

Maafkan aku, Araki Hirohiko-sensei.

"Oh .... Omong-ngomong Jojo itu apa?"

"Ehh?!"

Masuzu menatap Chiwa dengan ekspresi kaku,

"Maksudmu, kamu tidak tahu JoJo's Bizarre Adventure, begitu?"

"Tidak. Apa itu ada hubungannya dengan Toko Yakiniku ? 

"...."

Masuzu menghela napas panjang.

Bukankah ini berarti, terlepas dari penampilannya, dia menyukai manga cowok sebagaimana Chiwa menyukai manga cewek?

"Akhirnya aku tahu alasan kamu tidak populer, Harusaki Chiwa. Seseorang yang tidak tahu Jojo itu satu level dengan manusia purba Peking." 

"Ja-jangan bicara omong kosong! Aku ini orang Jepang tulen!" 

Tidak, kamu seharusnya berceletuk di bagian manusia purba itu

"Jika kamu ingin mengklaim bahwa kamu adalah orang Jepang yang hidup di era modern, bacalah dulu Jojo sampai tamat! Populer atau tidak, mulai dari sinilah awalnya." 

"Jojo berubah menjadi sebuah faktor penting ...." 

Chiwa menundukan kepalanya dengan kesal.

Tapi hanya beberapa detik setelahnya,

"Aku mengerti. Aku akan mampir di toko buku dan membelinya saat pulang!" 

Rambut Chiwa mendadak terayun ketika dia mengangkat kepalanya, matanya kembali berbinar dengan penuh antusias.

"Sebenarnya, aku ingin kamu membaca semuanya dari awal, tapi karena kita hanya fokus dengan bagian keempat, belilah volume 29 sampai 47. Satu volume harganya 410 yen, jadi total semuanya 7790 yen." 

"Mahal sekali! Aku hanya punya uang saku 5000 yen sebulan!" 

"Pahami inti dari hal ini. Untuk menjadi populer, seseorang pasti akan membutuhkan uang." 

"Yang benar saja, jadi yang namanya cinta itu ... tergantung dari banyaknya uang ...." 

Mata Chiwa memandang jauh.

Ya ampun ....

"Jangan khawatir, Chiwa, soal Jojo, aku punya lengkap semua volumenya, nanti aku pinjamkan." 

"Te-terima kasih, Ei-kun~!" 

Chiwa terlihat mirip seperti anak anjing yang telah diberi makan, dan mendekat ke arahku dengan antusias.

"Jika setelah membaca kamu jadi menyukainya, pastikan untuk memiliki salinannya sendiri, paham?" 

Desak Masuzu agar Chiwa melakukan hal tersebut. Ini adalah bukti bahwa dia penggemar garis keras Jojo.

Setelahnya, kami pun membahas detail operasi popularitas yang akan dilaksanakan besok.


XXX


Hari berikutnya sepulang sekolah....

"Oi, oi ..., Ei-kun!"

Sambil membawa kotak gitar, Chiwa datang ke kelasku.

"Hei— Chiwa? Kenapa, hari ini, kamu membawa gitar?"

"Ini, tentu saja, adalah jiwaku! Gitar adalah jiwaku!"

Chiwa dan aku berbicara kata demi kata.

Sementara Masuzu, dia duduk di sampingku, sepenuhnya mengabaikan kami sambil menulis riwayat tugas harian. Jika ada masalah, jika sesuatu yang tidak beres terjadi, dia akan ikut bergabung dan menyesuaikan situasinya.

Adik Sakagami-senpai duduk di meja berjarak tiga meja di depan orang yang duduk di kananku.

Dia sedang mengobrol dengan seorang gadis, yang artinya dia masih belum pulang.

Itu adalah kesempatan yang bagus.

"Aneh, ya? Jadi Chihuahua-chan bisa main gitar?" 

Yang berbicara barusan adalah pemimpin dari grup para gadis —Akano Mei.

Katanya dia memiliki lingkup pertemanan yang luas. Tidak peduli di kelas mana, baik lelaki maupun perempuan, dia selalu punya teman, seolah-olah dia itu perwujudan dari gadis populer.

Dia dan Chiwa harusnya hanya sesekali bicara, jadi fakta bahwa gadis itu menyebut nama panggilan Chiwa adalah perubahan yang sangat berarti.

"Hai, Mei-chan! Ya, aku bisa main gitar, hahaha!"

"Sudah berapa lama kamu memainkannya?"

"Be-berapa lama, ya .... Aku sudah lebih dulu memegang pick gitar sebelum minum dari botol susu!"

"Apa kamu punya 'band'?"

"A-aku .... Aku bermain sendiri! Terkadang, aku melalukan pertunjukan solo di stasiun kereta."

"Luar biasa. Kamu sudah seperti musisi jalanan!"

"I-iya! Haha! Hahaha!"

Hei ....

Bualanmu itu sudah berlebihan, tahu?

Meski begitu, obrolan tadi tampaknya punya hasil. Kulihat adik Sakagami beberapa kali melirik ke arah Chiwa.

Kami lalu menatap Masuzu yang ada di samping, dan menyadari bahwa di bawah meja, dia sudah mengacungkan telunjuknya.

Itu adalah aba-aba untuk lanjut.

"Musik macam apa yang biasanya kamu dengarkan?"

Salah satu teman Akano — Aoba Satsuki, ikut menambah pembahasan.

Kedua gadis itu adalah pusat pergaulan kelas kami, biasa disebut Kombinasi Merah-Hijau.

"Hmm, seperti reddo hotto, chiri pepaa. Kadang juga baddo kanpani dan sejenisnya. Tahu, 'kan?"

Meski perlahan dia tampak mulai ragu, Chiwa tetap menjawab nama band tersebut dengan benar.

Terbukti, dia sudah membaca semua bagian IV kemarin malam.

"Red Hot .... Apa itu?"

"Kamu tidak tahu? Mereka itu band asal Amerika yang sangat terkenal."

Akano berkedip dengan takjub ke arah Aoba yang bersedia memberi penjelasan.

Sepertinya Aoba adalah tipe orang yang serba tahu.

"Harusaki-san, jadi kamu suka Rechiri?"

"Rebusan aneka ikan buntal? Aku pernah memakannya sewaktu berwisata dengan keluargaku di Kyuushu, tapi aku lebih suka shabu-shabu daging babi."

Oi, dasar Chiwa bego!

Seharusnya kamu memikirkan konteks pembicaraan! Rechiri itu singkatan dari Red Hot Chili Pepper.

"Ah, maaf, Harusaki-san. Kamu tidak suka singkatan ini, ya?"

"EH?"

"Semua penggemar terdahulu menyingkatnya RHCP atau Chilipepper, bilang ayahku sih begitu."

Chiwa terlihat seolah dia akhirnya mengerti.

"Ah! Eng, aku memang penggemar terdahulu mereka. Aku seorang oldtype."

Sepertinya Chiwa tidak akan bisa menggunakan Funnel*.

"Yah, karena kamu penggemar Chilipeppers, gitarmu harusnya Stratocaster, 'kan?"

"Eh?"

"Frusciante memang tampan! Sayang sekali dia sudah hengkang dari sana."

"F-Fruscian ...? Stand siapa itu?"

"Stand?"

Obrolan ini tidak akan berhasil

Meski aku sangat ingin membantunya, tapi aku tidak punya pengetahuan apa pun soal musik barat. Bahkan aku baru saja tahu kalau Red Hot Chili Peppers adalah nama sebenarnya band itu karena koreksi mereka tadi.

Menghadapi situasi seperti ini, aku melirik ke arah Masuzu.

"Aah ..., awan-awan berwarna merah bagaikan darah, senja para dewa (Ragnarok) pasti sudah dekat."

Masuzu bersandar di mejanya dengan tangan menopang dagu, layaknya seorang penyair yang menatap keluar jendela dengan malas.

Seakan semua ini tidak ada hubungannya dengan dia.

Aku tidak pernah bertemu orang semengerikan ini!

"Biar kulihat gitarmu."

Akano mengatakan kalimat tegas tersebut.

"Ti-tidak! Ini adalah jiwaku! Aku tidak bisa membiarkan orang lain melihatnya sesuka hati."

Chiwa memindahkan kotak gitar (kosong) miliknya ke belakang.

"Eh? Memanganya kenapa? biarkan aku melihat Stratocaster-mu yang berharga itu!"

"Kalau begitu, kamu harus bermain untuk kami! Walau hanya sedikit, tapi pasti akan mengangumkan!"

Ini adalah batasnya.

"Ayolah, Chiwa! Ini sudah waktunya bagimu untuk melakukan pertunjukkan, 'kan?"

Aku ingin membantunya, tapi—

"Betul, aku juga mau lihat!"

Kali ini, adik Sakagami ikut menimpali.

"Hobi kakakku adalah mengoleksi gitar tua. Kamarnya penuh dengan gitar. Mungkin saja Harusaki bisa akrab dengannya."

Persis seperti kakaknya, anak itu punya wajah yang tampan. Dia lalu mendekati Chiwa.

Setelah akhirnya dipojokkan, Chiwa gemetar dan menempel pada kotak gitarnya.

Aku tersadar betapa pendeknya dia.

Membawa sebuah kotak gitar yang besar membuat tubuh kecilnya itu terlihat pendek. Lagi pula, nama panggilan Chihuahua miliknya itu ada karena suatu alasan.

Meski begitu, fisiknya jelas sangat kuat.

Kebanyakan gadis SMA tidak akan bisa dibandingkan dengan dirinya. Setelah delapan tahun pengalaman dalam kendo, hasilnya bukanlah hanya di kulit saja.

Kali ini, Chiwa tergagap.

"O-o-o-oke! A-a-akan kutunjukkan pada kalian ...."

Dia menggenggam leher kotak gitar tersebut dan mengangkatnya seperti sebuah shinai.

"Doraa!"

Chiwa mengeluarkan raungan dari kedalaman perutnya.

"Dorarararararararara!"

Dia seperti seorang gitaris gila saat dalam konser, dan segera setelahnya, dia mulai mengayunkan kotak gitarnya!

"Dorarararararararara!"

Adik Sakagami menganga, tatapannya kosong.

Semua orang di kelas menahan napas mereka, terpaku selagi menyaksikan rambut Chiwa yang terombang-ambing bersama tindakan merusaknya. Untungnya, lengannya itu sangat pendek, sehingga dia tidak membuat kerusakan apa pun di sekitarnya.

"Fiuh— dora—!"

Akhirnya, dia menyerukan teriakan penutup yang epik, mengingatkan hari-hari kejayaannya saat di klub kendo.

Ruang kelas hening sepenuhnya.

"Ro-rokkun Ro-ru—! Sankyuu! Aku cinta kalian!"

Wajah Chiwa menegang sambil menyeringai sewaktu dia dengan semangatnya melambaikan tangan ke arah penonton.

Itu adalah akhir dari sebuah konser.

".... Selesai!!"

Chiwa kembali memegang kotak gitarnya, lalu melarikan diri dari kelas bagaikan seekor kelinci.

Tidak ada seorang pun yang berusaha mengejarnya.

Kami semua diam tidak bergerak.

Dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Di ruang kelas yang membeku ini, hanya satu orang yang mengeluarkan suara.

Natsukawa Masuzu.

Dia membenamkan wajahnya di meja, tubuhnya berguncang karena getaran.

Aku mendapat kesan bahwa dirinya telah hancur oleh kegagalan tragis ini, sebab dirinyalah sponsor atas proyek ini. Itulah yang kukira—

"Pufufufufufufufu fufufufufufu fufufufufuf fufufufu—"

Dia tertawa.

Sampai mengeluarkan air mata.

Bahunya bergetar.

Seluruh tubuhnya terbawa dalam pecahnya tawa.

"...."

Sungguh, aku tidak pernah melihat orang semengerikan ini!

__________________________________________________________



Eita: Lalu, apa kamu sendiri suka musik barat?

Masuzu: Aku biasa mendengarkan Star Platinum.

Eita: Itu bukan nama artis!


Read more ...»