Oregairu Bab 3 Bagian 9

On Rabu, 15 Januari 2014 0 komentar

==========================================================
Akhirnya selesai juga Episode 1, eh Bab 3... Selambat-lambatnya penerjemahan ane, biasanya 1 episode anime mungkin cuma makan waktu kira-kira 7 jam, tapi untuk LN ini, untuk sampai selesai di Bab 3 (yang adapatasi anime-nya sampai di Episode 1) bisa makan waktu sampai 7 bulan pengerjaan... Ckckck...
Jadi dengan ini, ane umumkan kalau ane mau hiatus dulu bareng sebentar (gak lama, kok)... Yah, mungkin karena penat, kesibukan di RL, dan bermacam faktor lain...
Betewe, ilustrasi Bab 3 sudah ane tambahkan dan sudah diterjemahkan (silakan lihat di posting-an Jilid 1 Bab 3), terima kasih buat agan Kemslei atas typeset-nya... Dan ane baru ingat kalau pojok komentar blog ini belum ane bebaskan... Jadi sekarang anon bisa ikutan nimbrung komen... (tapi setidaknya, walau anon, pakai tambahkan nama gitu...)
Karena ini post terakhir sebelum ane hiatus... Jadi silakan agan sekalian kasih pendapat (mengenai segala tetek bengek yang ada di blog ini), entah itu pendapat baik atau buruk, pasti ane terima, dan sesegera mungkin akan ane tanggapi... Yah itu bisa termasuk saran, kritik, keluhan maupun keberatan... Tak terkecuali request proyek dan pengajuan diri menjadi staff (Ge'er)...
Siapa tahu dengan adanya pendapat dari agan sekalian, nantinya setelah ane balik dari hiatus, ane bisa kembali dengan pemikiran yang lebih segar, pengerjaan yang lebih rapi, hasil yang lebih baik, dan mungkin dengan membawa proyek LN yang baru...
Apa pun itu, terima kasih bagi agan sekalian yang sudah mengikuti blog ini dari awal...
Akhir kata... (Karena sudah tl;dr)
Selamat Menikmati...
==========================================================


Bab 3 - Berulang Kali, Yui Yuigahama Bersikap Gelisah

Bagian 9


Akhirnya aku mengerti seperti apa inti dari kegiatan Klub Layanan Sosial. Singkatnya, ini adalah klub yang memberi saran serta membantu para murid untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Meski begitu, keberadaan klub ini masih jarang diketahui. Bahkan, aku sendiri sempat tak tahu kalau klub ini ada. Tapi itu bukan berarti kalau aku tak mengenal sekolahku sendiri.

Jika dilihat dari sikap Yuigahama yang seolah tak menyadari keberadaan klub ini sebelumnya, maka harusnya ada orang yang bertindak sebagai perantara dan mengarahkan orang-orang yang membutuhkan saran tersebut agar datang ke tempat ini. Perantara itu pastilah Bu Hiratsuka.

Terkadang, beliau harus mengarahkan murid-murid yang memiliki kesulitan juga masalah supaya datang kemari. Tepatnya ke ruang isolasi ini.

Di dalam ruang karantina ini, yang selalu kulakukan hanyalah membaca buku. Soalnya, meminta nasihat sama artinya seperti membeberkan masalah pribadi. Jika hal itu didiskusikan dengan teman sebaya, yang ada, itu justru jadi penghalang bagi para murid yang berperasaan sensitif.

Semenjak kedatangan Yuigahama yang kemari atas anjuran Bu Hiratsuka, sudah tak pernah lagi ada orang yang datang ke tempat ini. Meski saat ini tak ada pengunjung yang datang, tapi kegiatan klub masih berjalan seperti biasanya. Aku maupun Yukinoshita seolah tak keberatan dengan kesunyian semacam ini, menghabiskan waktu dengan membaca buku begini, rasanya begitu damai.

Itu sebabnya, ketika ada yang mengetuk pintu, suara ketukannya terdengar menggema.

"Yahhalo!" Terdengar sebuah salam konyol dan tak bermutu seiring Yuigahama yang menggeser pintu masuk. Saat kualihkan pandangan dari paha mulusnya yang cuma sedikit tertutupi rok mini itu, mataku sekarang tertuju pada blusnya yang terbuka lebar di bagian dada. Sudah kuduga, ia memang perempuan yang dipenuhi oleh aura bispak.

Yukinoshita berdesah sembari memejamkan matanya. "...mau apa lagi?"

"Hah? Apa aku enggak begitu diterima di sini? ...jangan-jangan, kau... membenciku, ya, Yukinoshita?" Bahu Yuigahama gemetar usai ia mendengar gumaman Yukinoshita.

Yukinoshita menghela napasnya sembari berpikir sejenak. Ia lalu menjawab dengan suara datar. "Aku tak membencimu... hanya saja, kurasa akan merepotkan bila berurusan denganmu..."

"Bagi perempuan, itu sama saja kalau kau membenciku!"

Yah, tampaknya tak ada seorang pun di dunia ini yang ingin dirinya dibenci. Dilihat dari luar, Yuigahama memang terlihat seperti perempuan bispak kebanyakan, tapi melihat tanggapannya tadi, ia malah lebih seperti perempuan biasa pada umumnya.

"Jadi, ada perlu apa kemari?"

"Eng, kau tahu, enggak, kalau belakangan ini aku mulai serius dalam memasak?"

"Tidak tahu. Baru kali ini aku mendengarnya."

"Yah, pokoknya begitu, deh. Aku berterima kasih atas bantuanmu tempo hari. Oh, iya, aku juga sudah membuatkan beberapa kue kering, lo..."

Seketika itu juga wajah Yukinoshita memucat. Jika memikirkan seperti apa kue buatan Yuigahama, hal yang pertama terlintas adalah sekumpulan batu bara hitam pekat yang sempat ia buat sebelumnya.

Bahkan, hanya dengan mengingatnya saja, kerongkongan juga otakku langsung mengering.

"Saat ini aku tak sedang begitu berselera, jadi terima kasih. Kuterima niat tulusmu itu dengan senang hati." Yukinoshita mungkin jadi hilang selera karena ucapan Yuigahama yang menyebutkan kalau ia sudah membuatkan kue kering untuknya. Karena Yukinoshita orang yang baik, makanya ia tak mengatakannya dengan blakblakan.

Tanpa menghiraukan penolakan sopan yang dilakukan Yukinoshita, Yuigahama malah bersenandung seolah tak mendengar sewaktu ia mengeluarkan sebuah kemasan plastik dari dalam tasnya. Jelas terlihat kalau itu adalah kue kering berwarna hitam pekat yang dibungkus dalam kemasan cantik.

"Ternyata terasa menyenangkan sewaktu membuatnya. Kapan-kapan aku mau coba buat bekal makan siang juga, deh! Nah, kalau begitu, kita makan siang bareng yuk, Yukinon."

"Tidak, aku lebih senang kalau makan sendirian, jadi aku menolak... dan tolong jangan memanggilku Yukinon. Terdengar kurang enak di telinga."

"Serius?! Kau enggak merasa kesepian? Yukinon, kau makan siang di mana?"

"Di ruang klub... hei, kau ini tidak mendengarku, ya?"

"Baiklah, karena aku juga enggak punya kegiatan sepulang sekolah, jadi aku akan bantu-bantu di klub ini. Yah, anggap saja ini semacam... balas budi. Jadi jangan terlalu dipikirkan."

"...kau ini memang tidak dengar, ya?" Yukinoshita benar-benar telah hilang terbawa oleh arus pembicaraan Yuigahama. Ia terus menatapku seolah ingin berkata, Lakukan sesuatu padanya!

Memangnya aku bersedia membantunya, apa? Selama ini ucapannya selalu menyakitiku dan ia pun belum membayar Yasai Seikatsu yang kubeli tempo hari... lagi pula, Yuigahama itu kan temannya.

Kalau boleh jujur, sebenarnya Yukinoshita sudah setulus hati mau mengatasi permasalahan Yuigahama, jadi kupikir, itulah alasan yang membuat Yuigahama sampai bersikeras mau membalas budi padanya. Maka dari itu, Yukinoshita sesungguhnya punya hak serta kewajiban untuk menerima pemberiannya.

Rasanya tak sopan kalau aku ikut campur, jadi kututup saja buku bacaanku dan langsung beranjak dari kursi. "Sampai ketemu besok." Kalimat perpisahan itu kugumamkan pelan-pelan agar tak didengar oleh mereka. Setelahnya, aku lalu bersiap pergi.

"Ah, Hikki!"

Saat aku berbalik, benda hitam pekat melayang terbang ke arah wajahku. Dengan spontan kutangkap benda tersebut.

"Karena kau sudah ikut membantu, kurasa aku juga perlu berterima kasih padamu."

Benda hitam pekat itu dicetak dalam bentuk hati. Mencurigakan sekali. Yah, walau mencurigakan, tapi karena ia mau berterima kasih padaku, jadi kuterima saja.

Oh, dan berhenti memanggilku Hikki.


— II —


0 komentar:

Posting Komentar